Antara Thinking, Thought, Questioning and Question

Pendahuluan

Manusia adalah animal rationale, yang berarti hewan yang berpikir atau hewan yang berakal budi. Hal itulah yang dikatakan oleh seorang filsuf ternama, Aristoteles, yang menandakan bahwa pada dasarnya manusia sama dengan hewan. Hanya saja manusia diciptakan dengan kemampuan berpikir. Nietszche salah seorang filsuf asal Jerman juga mengemukakan bahwa manusia dengan hewan itu pada mulanya sama. Hal yang membedakan manusia dengan hewan adalah otak. Otak itu dimanfaatkan sebaik-baiknya dengan potensi yang masing-masing manusia miliki[i].

Filsuf terkenal lainnya dan sekaligus matematikawan Prancis, Rene Descartes, juga menyatakan pendapatnya yang begitu revolusioner terkait berpikir. Dia mengemukakan bahwa semuanya tidak ada yang pasti kecuali kenyataan bahwa seseorang bisa berpikir. Kalimatnya yang begitu terkenal adalah “aku berpikir maka aku ada”[ii]. Kemunculan istilah kata “berpikir” sejak zaman filsuf tersebut bukanlah suatu hal yang tanpa sebab. Pada saat itu, gejala-gejala berpikir mungkin telah diamati dan dialami sendiri.

Berpikir secara etimologi merupakan terjemahan istilah bahasa Inggris “thinking”. Kita sering menggunakan istilah ini dalam kehidupan sehari-hari, entah maksudnya sesuai dengan pengertian thinking yang sebenarnya atau maksud lain yang digambarkan dengan menggunakan istilah thinking. Jika kita pengguna media sosial facebook, kita pasti tidak asing dengan kalimat “apa yang Anda pikirkan?”. Kita kemudian mencurahkan “apa yang kita pikirkan saat itu” melalui akun facebook kita dan kita sebut sebagai status. Selanjutnya, terkadang kita juga mengatakan bahwa “saya tidak sengaja memikirkan hal itu” atau “saya memang sengaja memikirkannya”. Berdasarkan perkataan-perkataan itu, kita pun menyimpulkan bahwa berpikir dapat dialami dengan sengaja maupun tidak sengaja.

Kata lain yang sering kali terucap di bibir kita adalah “thought”. Thought dapat diartikan juga dengan berpikir. Berdasarkan tata bahasa Inggris, think-ing adalah kata kerja aktif yang menunjukkan bahwa kita sedang melakukan sesuatu pada saat tu juga (present continuous tense). Sedangkan, thought adalah kata kerja pasif yang juga dapat menunjukkan bentuk kata kerja lampau dari think (past tense). Thought dapat juga diartikan sebagai buah pikiran / pemikiran apabila thought dipandang sebagai kata benda (noun).

Jumlah kata thinking dan thought yang kita ucapkan mungkin tidak terhitung jumlahnya. Di samping itu maksud penggunaannya pun bervariasi. Mungkin kita sama-sama menggunakan kata tersebut, namun maksud atau maknanya berbeda. Mungkin saja kita selalu menggunakan kata-kata tersebut sementara kita tidak tahu secara pasti tanda-tanda yang menunjukkan adanya thinking dan thought. Sehingga, kita pun menanyakan, bagaimana ciri-ciri berpikir itu? Bagaimana ciri-ciri adanya pemikiran?

Sebagian dari kita mungkin menanyakan hal tersebut. Sebagian dari kita pula saat itu tidak menyadari bahwa kita sedang berpikir. Ternyata hakikat berpikir adalah bertanya. Latihan berpikir adalah bertanya (Rolland dalam Republika Online, 2014). Manusia yang berpikir adalah manusia yang bertanya, jika manusia tidak bertanya maka dia tidak berpikir. Bertanya menunjukkan sikap kritis terhadap sesuatu yang mengindikasikan bahwa seseorang memikirkan hal tersebut.

Bertanya atau mempertanyakan merupakan terjemahan dari istilah bahasa Inggris “questioning”. Kata tersebut juga merupakan kata kerja aktif yang menunjukkan sesuatu yang dilakukan pada saat itu. Kita selalu bertanya setiap hari kepada berbagai pihak dan bahkan kepada diri sendiri. Terkadang manusia menjadi gila akan pertanyaan hingga mempertanyakan berbagai hal, termasuk Tuhannya. Seorang filsuf mungkin mencapai suatu kesimpulan dengan bertanya secara terus-menerus dan berkesinambungan hingga dia tiba pada suatu jawaban yang tidak lagi bisa dia pertanyakan.

Kata lain yang merupakan kata dasar “questioning” adalah “question”. Kata ini adalah kata kerja aktif dan juga kata benda (noun). Sebagai kata benda, kata question berarti persoalan atau pertanyaan. Kita seringkali mengatakan bahwa banyak sekali pertanyaan-pertanyaan yang menumpuk dalam kepala saya. Terkadang pula dengan maksud yang sama kita mengatakan bahwa banyak sekali pertanyaan dalam pikiran saya. Dengan demikian, kita telah mengaitkan pertanyaan dan pikiran tanpa kita tahu keterkaitan yang sebenarnya.

Kita kembali kepada kasus seorang filsuf yang sebelumnya dijelaskan. Seorang filsuf memiliki suatu keingintahuan yang tinggi akan sesuatu hal. Dia pun bertanya mengenai hal tersebut dengan pertanyaan-pertanyaannya yang menjadi persoalan baginya dan perlu dia pecahkan. Dengan pertanyaan-pertanyaannya, filsuf tersebut menunjukkan dirinya berpikir tentang hal yang ditanyakan. Jawaban dari filsuf tersebut menjadi hasil pemikiran atau buah pikiran dari filsuf tersebut.

Dari uraian-uraian di atas, mungkin muncul suatu kebingungan dalam diri kita. Kita pun berpikir mengenai thinking (What is thinking?). Kita berpikir mengenai pikiran (What is thought?). Kita bertanya mengenai bertanya (What is questioning?) dan kita bertanya mengenai pertanyaan (What is question?). “Thinking about thinking, thinking about thought, questioning about questioning and questioning about question”. Thinking, thought, questioning, dan question, keempat kata yang memiliki makna yang berbeda namun memiliki hubungan yang dekat, bahkan terkadang dipertukarkan satu sama lain.

Dalam esai ini akan dibahas lebih lanjut mengenai pengertian thinking dan thought, perbedaan yang mungkin dari keduanya, pengertian bertanya (questioning) serta pengertian pertanyaan (question). Dalam esai ini juga dibahas keterkaitan berpikir dan bertanya. Penulis berupaya menjelaskan hal tersebut tersebut dengan berdasarkan refleksi penulis secara pribadi mengenai pengalaman berpikir dan bertanya disesuaikan dengan referensi-referensi yang penulis dapatkan dari berbagai sumber.

Thinking and Thought

Thinking (berpikir) adalah suatu proses mental yang dialami oleh setiap individu. Thinking adalah suatu proses psikologis dasar yang dialami sepanjang hayat manusia. Bahkan ketika kita masih berada di dalam rahim ibu. Itulah sebabnya banyak penelitian yang muncul terkait dengan memperdengarkan musik klasik dan Al-Qur’an kepada calon bayi dalam rahim untuk menstimulasi fungsi otak calon bayi. Tidak ada spesies lain yang dapat berkontemplasi, menganalisa, ataupun membuat rencana seperti yang dilakukan manusia. Hal inilah yang membedakan manusia dengan hewan dan meninggikan derajat manusia di antara makhluk ciptaan Tuhan lainnya.

Berdasarkan pandangan ilmu psikologi, berpikir erat kaitannya dengan kognisi. Kognisi merujuk pada semua aktivitas mental yang diasosiasikan dengan berpikir, mengetahui, mengingat, dan berkomunikasi. Para ahli psikologi kognitif mengkaji aktivitas ini dalam proses menciptakan konsep, memecahkan masalah, mengambil keputusan dan membuat pertimbangan baik dalam cara yang logis maupun terkadang tidak logis[iii].

Hewstone, Fincham dan Foster menyebutkan bahwa studi tentang thinking berpusat pada cara kita memahami dunia, cara kita berintuisi, bernalar, memecahkan masalah, membuat pertimbangan dan memutuskan sesuatu. Pendekatan kognitif tentang thinking berupaya mengetahui proses-proses aktivitas yang menandai mental acts ini. Seperti bahasa, banyak kemajuan yang telah dicapai sebagai hasil dari mengadopsi pendekatan prosedural. Namun yang paling mencolok muncul dari studi tentang pemikiran adalah bahwa sebagai suatu spesies, meskipun kita dapat memecahkan beberapa masalah yang luar biasa sulit, kita juga bisa gagal melakukannya yang mana pada orang lain masalah tersebut tampaknya cukup sederhana[iv].

Dari pandangan ilmu psikologi juga, berpikir diartikan sebagai suatu manipulasi representasi mental dari informasi. Representasi tersebut dapat berupa kata-kata, kesan visual, suara atau data pada suatu modalitas lain. Hal yang terjadi dalam berpikir adalah mengubah representasi informasi ke dalam bentuk yang baru dan berbeda yang bertujuan untuk menjawab pertanyaan, memecahkan masalah atau mencapai tujuan tertentu[v].

Saya adalah mahasiswa S1 psikologi. Saya diberikan suatu tugas untuk mencari satu kasus dan menganalisisnya dengan menggunakan teori psikologi dan kemudian mencari solusinya. Saya melakukan proses thinking untuk menyelesaikannya. Saya berpikir untuk menentukan persoalan yang akan dianalisis. Saya membuat pertimbangan untuk memilih kasus. Kemudian saya berpikir untuk membuat penyelesaian persoalan dalam kasus tersebut. Saya merepresentasikan informasi-informasi yang saya peroleh dalam berbagai bentuk untuk kemudian digunakan dalam menyelesaikan persoalan dalam kasus tersebut.

Dapat diketahui bahwa cara berpikir seseorang berbeda-beda. Saya bisa memecahkan suatu masalah, namun belum tentu orang lain bisa melakukannya. Sebaliknya, orang lain dapat menemukan solusi atas suatu masalah tertentu, namun saya tidak menemukannya. Seperti yang telah disinggung sebelumnya. Tentu banyak faktor yang dapat memengaruhi hal ini, termasuk persepsi dan frame of reference, serta proses belajar (learning).

Proses berpikir tentu saja membutuhkan suatu elemen atau bagian. Saya tidak akan dengan mudah berpikir apabila saya tidak mengetahui fakta atau realitas yang ada di sekitar saya. Selain fakta, informasi-informasi lain juga saya perlukan untuk melakukan proses berpikir. Informasi berupa kata-kata, suara dan gambar. Informasi dapat berasal dari lingkungan sosial, budaya, ideologi, dan agama. Selanjutnya, proses berpikir itu tidak akan terjadi jika tidak ada instrumen yang memang sudah ditetapkan tugasnya, yaitu otak dan alat indera. Kita menangkap informasi dari luar diri kita melalui indra dan kemudian kita proses di otak. Bagian otak yang berperan dalam fungsi-fungsi kognitif termasuk berpikir adalah lobus-lobus di korteks serebral, terutama lobus frontal[vi]. Dengan demikian, fakta, informasi, otak dan alat indera adalah bagian yang diperlukan dalam berpikir.

Dari perspektif psikologi kognitif, terdapat beberapa elemen dasar yang diperlukan dalam berpikir, yaitu mental images, konsep dan penalaran[vii]. Mental Images dapat diartikan sebagai representasi yang menyerupai objek atau peristiwa yang kita representasikan di dalam pikiran (thought). Mental image dapat berupa fakta-fakta serta data dan informasi lainnya. Misalnya saat saya belajar di kelas mengenai teori psikologi sosial, saya menggunakan mental images saya tentang kondisi masyarakat di Makassar untuk memikirkan penerapan teori tersebut.

Konsep diartikan sebagai kategorisasi objek, peristiwa, atau orang yang memiliki karakteristik umum. Dengan menggunakan konsep kita mampu mengorganisir fenomena yang kompleks menjadi kategori yang lebih sederhana sehingga mudah digunakan. Saya lebih mudah menentukan sesuatu dengan konsep. Saya mengkategorikan kucing, hamster, dan kelinci sebagai hewan peliharaan. Dengan demikian saya akan dengan mudah memutuskan untuk memeliharanya jika seseorang memberikan kepada saya. Dibandingkan jika orang tersebut memberikan saya ular, singa, dan serigala yang saya konsepkan sebagai hewan buas. Selain itu, saya akan lebih mudah memahami keseluruhan teori-teori psikologi karena saya mengkategorikannya ke dalam beberapa pendekatan.

Penalaran (reasoning) adalah proses yang digunakan untuk menarik suatu kesimpulan. Kita dapat menarik kesimpulan dari fakta-fakta atau kasus-kasus yang umum menjadi kesimpulan yang lebih spesifik (penalaran deduktif). Sebaliknya, kita juga bisa menarik kesimpulan dengan melihat kasus-kasus spesifik menjadi suatu kasus umum (penalaran induktif). Misalnya, saya melihat berbagai fakta dan menerima informasi mengenai perilaku teman saya dan saya menyimpulkan kebiasaan teman saya tersebut.

Kita diperhadapkan pada suatu masalah yang sama. Namun, solusi penyelesaian yang ditawarkan antara saya dan teman saya berbeda. Lama penemuan solusi tersebut juga berbeda. Begitupun dengan jumlahnya. Saya mungkin hanya bisa menemukan satu solusi, namun teman saya bisa menemukan lebih dari satu solusi. Hal ini dapat disebabkan oleh penggunaan model pemikiran yang berbeda.

Ada berbagai macam model pemikiran. Menurut Edward De Bono, berpikir dibedakan atas berpikir vertikal (konvergen) dan berpikir lateral (divergen). Berpikir vertikal merupakan berpikir tradisional dan generatif. Sedangkan, berpikir lateral adalah berpikir selektif dan kreatif. Floyd L Ruch menyebutkan tiga macam berpikir, yaitu berpikir deduktif, berpikir induktif dan berpikir evaluatif. Morgan mengemukakan bahwa bepikir terdiri dari dua bagian yaitu berpikir autistik (melamun, berkhayal, fantasi dan wishfull thinking) dan berpikir realistik (bernalar)[viii]. Bloom menciptakan suatu model taksonomi yang menggambarkan tingkatan berpikir manusia menjadi enam tingkatan, dimulai dari tahap remembering, understanding, applying, analysing, evaluating dan creating [ix].

Kapan seseorang dikatakan berpikir? Ketika saya sedang berada dalam angkutan umum di jalan yang macet, saya melihat kesesakan yang terjadi di jalan. Saya kemudian mengingat informasi mengenai teori psikologi sosial terkait kejadian tersebut. Saya mengingat kondisi sosial-budaya masyarakat Makassar, khususnya suku Bugis-Makassar. Saya pun bertanya mengenai alasan terjadinya macet dan saya mencari solusi yang tepat untuk mengatasi kemacetan berdasarkan teori psikologi sosial yang saya pernah pelajari. Saat itu saya sedang berpikir.

Secara fisik, kita tentu tidak bisa membedakan penampakan orang yang sedang berpikir dengan orang yang tidak sedang berpikir. Suatu waktu, anak kecil di samping saya berkata bahwa saya sedang berpikir karena kening saya berkerut. Memang benar saat itu saya sedang diperhadapkan pada persoalan-persoalan yang membutuhkan penyelesaian dengan segera. Jadi saya sedang menyusun rencana A, B dan C. Di saat lain, saya sedang melamun. Teman saya mengagetkan saya sambil berkata “jangan terlalu dipikirkan”. Berdasarkan kejadian tersebut, orang berpikir dikaitkan dengan kening berkerut dan melamun. Meskipun demikian, tidak selamanya kening berkerut dan melamun menunjukkan bahwa kita berpikir. Terkadang saya dilihat tenang-tenang saja oleh teman dalam suatu rapat. Saya memilih diam dan mengamati jalannya rapat. Namun sebenarnya saya sedang berpikir dan mereka tidak mengira hal itu. Dengan demikian, tidak ada ciri-ciri atau penampakan fisik tertentu yang menandakan seseorang sedang berpikir.

Apakah berpikir terbatas pada fakta-fakta atau sesuatu yang harus dilihat terlebih dahulu oleh indra? Nampaknya pengertian berpikir yang telah dijelaskan sebelumnya mengarahkan kita pada berpikir untuk mencapai tujuan tertentu seperti mengambil keputusan dan memecahkan masalah. Dengan demikian, kita berpikir dengan sengaja (in purpose). Penjelasan sebelumnya mengarahkan kita pada proses bernalar yang tentunya melibatkan logika.

Ketika saya sedang berharap saya juga dapat dikatakan berpikir. Menurut Morgan salah satu bagian berpikir adalah berpikir autistik. Saya berharap saya bisa bersama dengan orang-orang yang saya sayangi. Saya berharap saya bisa mencapai cita-cita saya. Saya berimajinasi bahwa saya berada di suatu taman yang indah. Berpikir tidak melulu dikaitkan dengan pemecahan masalah dan pengambilan keputusan. Saat kita berimajinasi terkadang kita tidak bisa keluar dari imajinasi itu dan tidak ada tujuan pasti dari imajinasi kita.

Bebricara mengenai thinking tidak akan terpisahkan dengan thought. Though dapat dipahami sebagai hasil dari berpikir (thingking). Saya kemudian menemukan solusi untuk pemecahan masalah dan saya menyusun rencana dengan berbagai pertimbangan. Dengan demikian, solusi dan rencana itu adalah pikiran saya (thought). Thinking dan thought, keduanya ada di dalam benak (mind) kita. Dengan kata yang lebih konkret, keduanya ada dalam otak kita. Kita kembali pada media social facebook, yang mana dituliskan “what is on your mind?” (dalam bahasa Indonesia “apa yang Anda pikirkan?). Hal ini berarti kita bisa menuliskan “pikiran kita” yang sedang ada/hadir pada saat itu juga atau menuliskan “pemikiran kita” yang merupakan hasil berpikir kita sebelumnya.

Dewey mengemukakan bahwa ‘everything that comes to mind, that “goes through our heads,” is called a thought’. Jadi, apapun yang datang atau hadir dalam benak kita adalah pikiran (thought). Memikirkan (thinking) suatu hal hanya ketika kita sadar terhadap hal itu. Istilah thought digunakan secara luas namun tidak longgar. Istilah thought dibatasi, kecuali pada apapun yang secara langsung ada. Kita hanya berpikir (thinking) tentang sesuatu yang tidak kita lihat, dengar, cium atau rasakan secara langsung. Thought terbatas pada keyakinan yang berdasarkan beberapa bukti atau kesaksian. Meskipun demikian, dalam beberapa kasus, keyakinan diterima dengan sedikit atau hampir tidak ada usaha untuk menyatakan alasan yang mendukungnya. Dalam kasus yang lain, dasar untuk keyakinan sengaja dicari dan cukup mendukung keyakinan tersebut. Proses ini disebut pemikiran reflektif [x].

Berdasarkan penjelasan di atas, thought sedikit berbeda dengan thinking. Dalam makna yang lebih longgar, thinking berarti “everything that, as we say, is “in our heads” or that “goes through our minds”. Ketika kita sedang melamun dengan asyiknya. Ketika ingatan-ingatan sepele hadir dan kita menurutinya. Kita seolah-olah mengapung dalam ingatan-ingatan dan angan-angan yang hadir dalam kepala kita. Saat itu kita dapat sebut sebagai thinking. Meskipun kata thinking digunakan secara luas, biasanya kata thinking terbatas pada sesuatu yang secara langsung tidak ada atau tidak diterima oleh alat indra. Berdasarkan hal tersebut, dapat kita katakana bahwa thinking dapat terjadi tanpa disengaja[xi].

Perbedaan antara thinking dan thought juga disebutkan oleh Bohm. Sebagaimana telah diketahui bahwa thinking adalah suatu kata kerja aktif dalam bahasa Inggris. Hal ini berarti kita sedang melakukan sesuatu. Sesuatu itu seperti mengkritisi hasil pemikiran (thoughts) dan melihat koherensi. Jika tidak koheren maka kita mulai mengubah pemikiran tesebut dan mengaplikasiknnya. Dari pengaplikasian tersebut, kita bisa mendapat insight yang baru[xii].

Thought adalah kata yang tidak aktif dan dapat dikatakan sebagai conditioning. Ada dua tahap yang terjadi dalam prosesnya. Tahap pertama adalah refleks, yaitu sesuatu yang memang sudah terbangun dalam diri atau suatu karakteristik alamiah dari manusia sebagaimana hewan. Tahap kedua adalah conditioning, yaitu sesuatu yang mungkin terbangun dalam diri selama proses perkembangan dikarenakan adanya pembelajaran. Saya mengatakan bahwa ketika X yang terjadi, saya perlu melakukan Y. Namun terkadang kita tidak perlu berpikir panjang saat X terjadi dan tiba-tiba kita sudah melalukan Y. Hal ini refleks kita lakukan. Terkadang kita secara refleks mengasosiasikan X dengan Y dan menarik suatu kesimpulan tanpa pertimbangan panjang. Terkadang juga secara penalaran kesimpulan sudah benar. Namun hal itu tidak sesuai dengan kepercayaan kita pada umumnya atau kejadian yang sesungguhnya terjadi[xiii].

Dari penjelasan-penjelasan di atas, thinking dan thought bukanlah suatu hal yang terpisahkan. Dengan proses thinking kita bisa mengkritisi thought. Maka dari itu, thought akan senantiasa berubah seiring dengan proses perkembangan manusia. Sebaliknya dengan thought itu, kita bisa menghentikan proses thinking yang mengarah pada proses berpikir autistik. Misalnya, dalam suatu hari kita menggunakan otak untuk berpikir analisis dari pagi sampai malam. Bahkan ketika di atas tempat tidur pun proses berpikir tidak selesai. Pemikiran-pemikiran kita (our thoughts) dapat membantu untuk mengelola proses berpikir tersebut.

Berdasarkan penjelasan-penjelasan sebelumnya dapat pula kita simpulkan bahwa thinking maupun thought memiliki lima asumsi.

  1. Harapan, keinginan, cita-cita, kebutuhan, maksud, tujuan, dan sasaran (imajinasi)
  2. Data, fakta, informasi, kondisi yang ada, kejadian (realitas)
  3. Prosesor, otak, pengarah, pengontrol, penguasa, diri, dan masyarakat (pemikir/thinker)
  4. Pilihan, alternatif, prosedur, proses, paradigma, model, contoh, rencana, dan teori
  5. Evaluasi, nilai, aturan, dan perbandingan (standard) [xiv].

Kita bisa memahami proses berpikir dari lima asusmi tersebut.

Questioning and Question

Pembahasan mengenai question and questioning tidak sebanyak pembahasan sebelumnya. Pada dasarnya, pembahasan ini dimasukkan karena sangat berkaitan dengan thinking and thought. Questioning merupakan kata kerja aktif yang berarti kita melakukan sesuatu, yaitu mempertanyakan sesuatu yang dapat berupa objek atau keadaan. Question adalah kata benda yang berarti persoalan-persoalan yang akan diselesaikan. Questioning dapat menandakan adanya kebingungan dan keraguan serta menunjukkan keingintahuan. Question mendefinisikan tugas-tugas, mengekspresikan persoalan-persoalan dan mendeskripsikan atau menguraikan isu-isu[xv].

Apa pentingnya kita bertanya? Neil Postman menyebutkan bahwa semua pengetahuan kita dihasilkan dari persoalan, yang dengan kata lain bertanya adalah instrumen intelektual kita yang paling penting[xvi]. Pernyataan tersebut sangat benar adanya. Seorang pembelajar pada hakikatnya adalah seorang penanya. Jika ada suatu dorongan dalam diri individu untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan atau pemahaman, itu didorong oleh keraguan, keingintahuan, keheranan, ketidakpahaman, kebingungan, ketidakpastian, dan pengakuan terhadap kebutuhan. Dorongan ini kemudian disalurkan melalui pertanyaan-pertanyaan yang pembelajar rumuskan dan secara aktif berusaha untuk menemukan jawaban atas pertanyaan itu. Mereka mungkin merumuskan pertanyaan yang sederhana yang mampu memperjelas fakta-fakta atau pertanyaan rumit yang dapat menyelidiki konsep, kepercayaan dan pemahaman. Pertanyaan tersebut mungkin memberikan jawaban yang memenuhi kebutuhan pembelajar atau dapat menimbulkan pertanyaan lebih lanjut sebagai perkembangan pengetahuan dan pemahaman. Hal ini telah jelas bahwa bagaimanapun sederhana atau rumitnya suatu isu pertanyaan yang baik dan jelas akan jauh lebih berguna bagi pembelajar daripada pertanyaan yang tidak jelas, dijabarkan dengan tidak bagus dan tidak relevan.

Bagaimana pertanyaan yang baik? Mengutip dari John Ciardi bahwa pertanyaan yang bagus adalah yang tidak pernah terjawab. Ini bukan kancing yang diperketat pada tempatnya. Tetapi benih untuk ditanam dan menghasilkan lebih banyak biji yang diharapkanan mengijaukan lanskap ide[xvii]. Jadi, pertanyaan yang baik adalah pertanyaan yang apabila dijawab maka jawaban itu akan menimbulkan pertanyaan baru sehingga tidak ada habisnya. Jawaban-jawaban itulah yang menambah pemahaman sehingga memperluas wawasan pengetahuan kita.

Terdapat beberapa keterampilan yang diperlukan dalam bertanya dan merumuskan pertanyaan. Pertama adalah kita perlu untuk menyadari kebutuhan akan informasi. Kedua, penanya harus mampu mengklarifikasi informasi yang dibutuhkan. Ketiga, kita perlu memahami kosa kata yang relevan dengan konteks atau isu yang akan ditanyakan. Keempat kita perlu untuk dapat mengajukan berbagai pertanyaan yang relevan. Kelima, kita perlu untuk dapat memilih berbagai pertanyaan yang relevan dengan berbagai sumber daya yang tepat. Kelima, kita perlu untuk dapat bertahan dalam pencarian untuk menjawab dan bila perlu mengedit pertanyaan tersebut seperlunya. Setiap orang dapat menjadi penanya yang baik dengan berlatih[xviii].

 Kaitan Berpikir dan Bertanya (Thinking dan Questioning)

Berpikir sangat erat kaitannya dengan bertanya. Berpikir adalah pusat semua pembelajaran. Tidak ada belajar tanpa berpikir dan pusat pemikiran adalah bertanya. Pertanyaan-pertanyaan kita akan membangkitkan dan mendorong pikiran kita. Dengan demikian, ketika kita bertanya maka saat itu kita akan berpikir mengenai jawaban atas pertanyaan itu.

Berpikir tidak didorong oleh jawaban melainkan oleh pertanyaan. Tidak akan pernah ada ilmu pengetahuan apabila tidak pernah ada pertanyaan-pertanyaan. Bidang studi tidak berkembang saat pertama. Bahkan setiap bidang intelektual lahir dari sekelompok pertanyaan yang jawabannya sangat diperlukan. Selain itu, setiap bidang ilmu akan tetap eksis hanya jika muncul pertanyaan-pertanyaan baru dan dianggap paling utama sebagai kekautan pendorong dalam proses berpikir. Untuk memikirkan atau memikirkan kembali sesuatu hal, kita perlu mengajukan pertanyaan yang merangsang pemikiran.

Jawaban-jawaban di sisi lain sering kali terhenti menjadi pemikiran. Hanya ketika jawaban menghasilkan pertanyaan lebih lanjut maka pikiran terus hidup. Inilah sebabnya benar bahwa hanya siswa yang memiliki pertanyaan yang benar-benar berpikir dan belajar. Selain itu, kualitas pertanyaan siswa dalam bertanya menentukan kualitas pemikiran mereka. Dengan demikian hal ini dimungkinkan untuk memberikan siswa pemeriksaan atas masalah apapun dengan hanya meminta mereka untuk mendaftar semua pertanyaan yang mereka miliki tentang subjek. Kita dapat mengajukan pertanyaan kepada siswa hanya untuk mengajak mereka untuk tidak menghentikan pemikiran, tidak untuk menghasilkan pertanyaan lebih lanjut[xix].

Dengan melihat keterkaitan antara berpikir dan bertanya maka dapat disimpulkan bahwa asal mula pikiran adalah adanya sejumlah kebingungan, kesemrawutan dan keraguan. Hullfish dan Smith menyebutkan bahwa berpikir adalah kejadian batiniah, kebetulan, berulang kali, dan tak karuan[xx]. Jika demikian, kita tidak dapat mengendalikan pemikiran kita. Padahal berpikir adalah proses yang sadar menurut Dewey. Dewey mengatakan bahwa berpikir bukanlah kasus yang menyala spontan, tidak terjadi hanya pada prinsip-prinsip umum. Ada sesuatu yang spesifik yang memberikan kesempatan dan membangkitkannya. Sebagai contoh, mengajak anak-anak untuk berpikir di luar pengalamannya dan mengikuti prinsip-prinsip umum untuk mengatasi kesulitan yang menganggu keseimbangannya adalah hal yang sia-sia.

Pengertian dari Hullfish dan Smith mengenai berpikir memerlukan suatu kontrol. John Dewey mengemukakan bahwa reflection (refleksi) adalah alat kontrolnya. Reflection adalah kata benda yang dapat berarti daya reflek yang ada pada diri manusia. Pikiran adalah bagian organ tubuh manusia yang memiliki daya-daya reflek yang dapat dikembangkan dengan cara merefleksikannya ke dalam dunia di sekelilingnya. Aktivitas berpikir menggunakan tiga aspek untuk membantu pengembangan reflection, yaitu penginderaan, ingatan dan imajinasi. Tiga aspek ini yang dinyatakan sebagai kontrol berpikir[xxi].

Berpikir dengan adanya kontrol dapat menunjukkan bahwa kita berakal. Kita tidak sekedar “berpikir” tapi kita perlu untuk “berakal”. Berakal merupakan berpikir untuk pengembangan potensi diri dan lingkungan sehingga dapat meweujudkan kebaikan-kebaikan di atas dunia ini. Berakal bukan sekedar berpikir kalkulatif dan logika, melainkan lebih luas dari itu. Mengapa Tuhan dalam firman-Nya (Al-Qur’an) mengatakan bahwa kebanyakan orang tidak berpikir, sementara kita tahu bahwa kebanyakan manusia melakukan pekerjaannya dengan berhitung dan kalkulatif pada seluruh urusannya? Hal ini dikarenakan terkadang manusia tidak menggunakan akalnya. Kita berpikir untuk mencapai tujuan dalam rangka mengembangkan diri dan masyarakat kita.

Kesimpulan

Thinking dan thought merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Begitupula dengan questioning dan question. Thinking merupakan proses aktif melakukan sesuatu yang kemudian dapat menghasilkan thought (pemikiran). Thinking biasanya digunakan lebih longgar dibandingkan thought karena thinking meliputi segala hal yang tidak tertangkap oleh alat indra. Thought adalah hasil berpikir dan biasanya dibatasi pada hal-hal yang tertangkap oleh indra; didasarkan pada bukti dan kepercayaan yang kuat; merupakan proses conditioning sehingga dapat berubah melalui proses belajar dalam perkembangan manusia. Thought dapat dikritisi dengan thinking sehingga kita bisa mendapat insight baru. Thought sendiri dapat mengelola thinking agar tidak menjadi pemikiran yang tidak karuan.

Questioning adaah proses bertanya yang menandakan adanya keingintahuan dan keragu-raguan. Kita mempertanyakan questions (pertanyaan-pertanyaan) yang mendefinisikan tugas dan mengekspresikan persoalan-persoalan. Bertanya adalah hakikat berpikir. Berpikir tidak didorong oleh jawaban melainkan oleh pertanyaan. Pertanyaan-pertanyaan kita akan membangkitkan dan mendorong pikiran kita. Pertanyaan yang baik adalah pertanyaan yang mengajak orang untuk tidak menghentikan pemikirannya karena jawaban yang sudah diperolehnya.

Berpikir memerlukan kontrol agar dapat digunakan untuk mengembangkan potensi diri dan lingkungan di sekitar kita. Reflection adalah kontrol berpikir menurut Dewey yang dapat dikembangkan melalui tiga aspek yaitu penginderaan, ingatan dan imajinasi. Berpikir yang sesungguhnya adalah berakal, menggunakan pemikiran untuk membawa kebaikan-kebaikan di dunia ini.

[i] http://agun90.blogspot.com/2010/11/berpikir-kritis-menurut-al-quran.html, diakses pada tanggal 7 September 2014.

[ii] http://id.wikipedia.org/wiki/Ren%C3%A9_Descartes, diakses pada tanggal 7 September 2014

[iii] David G. Myers. Psychology (9thed). New York, USA: Worth Publishers. 2010: 369.

[iv] Hewstone, Fincham, & Foster. Psychology. United Kingdom: The British Psychological Society and Blackwell Publishin. 2005: 258

[v] Dudung Hamdun. Bahan Ajar Mata Kuliah Psikologi Umum.Jurusan Pendidikan Bahasa Arab UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. 2011: 31

[vi] Solso, Maclin & Maclin. Psikologi Kognitif (Terjemahan). Jakarta: Erlangga. 2008: 45

[vii] Dudung Hamdun. Bahan Ajar Mata Kuliah Psikologi Umum.Jurusan Pendidikan Bahasa Arab UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. 2011: 32

[viii] Yudiansyah. Sinonim Berpikir dalam Kajian Al-Qur’an. Skripsi. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2010: 45 – 48.

[ix] http://www.utar.edu.my/fegt/file/Revised_Blooms_Info.pdf, diakses pada tanggal 30 Agustus 2014

[x] John Dewey. How We Think. http://rci.rutgers.edu/~tripmcc/phil/dewey-hwt-pt1-selections.pdf. Diakses pada tanggal 7 September 2014.

[xi] Ibid.

[xii] http://www.mindstructures.com/2011/01/the-difference-between-thinking-and-thought/, diakses pada tanggal 9 Agustus 2014.

[xiii] Ibid.

[xiv] http://www.casad.org/hum2000intro/Wk1thinking.htm, diakses pada tanggal 9 September 2014

[xv] http://www.criticalthinking.org/pages/the-role-of-socratic-questioning-in-thinking-teaching-learning/522, diakses pada tanggal 9 September 2014.

[xvi] http://ictnz.com/importanceofquestioning.htm, diakses pada tanggal 9 September 2014.

[xvii] http://residentteachers.usc.edu/Others/MMC/Questioning%20Techniques.pdf, diakses pada tanggal 9 September 2014.

[xviii] http://ictnz.com/Questioning/Questioningskills.htm, diakses pada tanggal 9 September 2014

[xix] http://www.criticalthinking.org/pages/the-role-of-socratic-questioning-in-thinking-teaching-learning/522, diakses pada tanggal 9 September 2014.

[xx] Yudiansyah. Sinonim Berpikir dalam Kajian Al-Qur’an. Skripsi. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2010: 44

[xxi] Ibid.

Published by Syura Muhiddin

I study Psychology. You are able to call me Syura or Wasti. I am the third daughter of my Father (Muhiddin) and my Mother (Marwah). I am a Muslim women. My tribe is Bugis from South Sulawesi Province. Absolutely, I am an Indonesian.

Leave a comment