PENJELAJAHAN KOSMOS ADALAH PERJALANAN MENEMUKAN DIRI SENDIRI

Tulisan ini adalah sebuah refleksi setelah aku membaca buku Kosmos, karya Carl Sagan. Aku menantang diri untuk selesai membaca buku ini di tengah berbagai rutinitas dan prioritas agendaku. Aku memilih buku ini seperti memilih mata kuliah berjudul Kosmos. Hari ini, tepat sebulan lebih, aku berhasil melalui tantangan untuk diriku sendiri. Lamban, namun ini bukanlah tantangan yang menekan diri. Akhirnya aku menyelesaikan kuliah Kosmos oleh Carl Sagan, sebelum masuk semester baru perkuliahan.

Jual Kosmos Carl Sagan - Jakarta Selatan - Dreamb00k | Tokopedia

Tentu saja aku tak pernah bertemu dengan tokoh sains terkenal itu. Ahli astronomi, kosmologi, astrofisika dan penulis populer asal Amerika Serikat itu memberikan kuliah melalui karya abadinya. Salah satu buku sains paling laris sepanjang sejarah “Cosmos”. Buku ini  menelusuri empat belas miliar tahun evolusi kosmik yang telah mengubah zat menjadi kesadaran, asal-usul kehidupan, misi wahan antariksa, rupa beraneka planet dan bintang, alur kehidupan tata surya dan galaksi, sampai pada awal dan akhir alam semesta itu sendiri. Ulasan Carl Sagan merefleksikan betapa jauhnya kini umat manusia bisa melihat dan betapa banyak hal yang masih menunggu untuk ditemukan di alam semesta kita. 

Mengapa aku memilih “kuliah” ini? Kuliah ini seperti sebuah kumpulan mimpi dan ketakjubanku sejak kecil. Aku sebagai anak kecil polos dari desa, pernah bercita-cita menjadi ilmuwan yang mempelajari bintang-bintang. Dahulu aku sangat menyukai pemandangan langit malam yang bertabur bintang, bahkan sampai sekarang pun. Aku senang membaca buku-buku astronomi untuk anak kelas 4-6 SD yang dibawa ayah dari perpustakaan sekolahku karena buku itu sudah tidak terpakai lagi. Buku-buku itu memperkenalkanku kepada tata surya, planet, matahari, satelit bulan, bintang-bintang dan galaksi Bimasakti, serta beberapa benda langit lainnya. Memupuk ketertarikanku pada alam semesta dan apa yang tersimpan di dalamnya. 

Aku bertumbuh besar dengan mengubur mimpi tak masuk akal bagi lingkunganku itu, mencari minat yang lain hingga aku dewasa. Namun, ketakjubanku tidak hilang terhadap hal-hal yang bersentuhan dengan langit dan bintang. Aku kembali menemukan samar-samar mimpi masa kecilku saat membaca novel-novel Jostein Gaarder yang berbau filsafat semesta seperti the Orange Girl dan Dunia Anna. Aku pun merasa perlu menjelajahi semesta, sebagaimana sebelumnya aku juga pernah jatuh cinta pada penjelajahan otak melalui sebuah buku. Tidak mungkin aku mengikuti tur menuju ruang antar bintang untuk menjelajahi semesta tentu saja. Satu-satunya cara adalah melalui buku. Bertemulah aku dengan Pak Carl lewat bukunya ini, yang mendorongku melakukan pencarian singkat tentang biografinya di jendela google.  

Aku tak pernah merencanakan bahwa membaca buku ini akan memberikan jawaban atas pertanyaan filosofis yang kuajukan kepada diriku sendiri tentang tesisku saat ini. Tugas akhir yang aku ajukan untuk menyelesaikan studi magister psikologi. Mengapa aku meneliti topik psikologi lingkungan, khususnya perilaku berkelanjutan? Apa yang aku harapkan? Apakah aku terlalu utopis? Untuk apa aku meneliti masalah yang tampak tidak akan terselesaikan? Untuk apa aku membawa isu pemanasan global? Untuk apa aku memperhatikan kerusakan bumi yang memang pasti akan terjadi cepat atau lambat? Mengapa aku tak meneliti minat lamaku saja, meneliti keluarga. Sebagai orang yang tertarik terhadap banyak topik, aku tidak terlepas pada kebingungan menentukan topik riset dan arah minat serta pengembanan keilmuanku kedepannya. Dan, kupikir aku menemukan berbagai jawaban dari kuliah Kosmos ini untuk mendukung gagasanku memilih topik tesis, juga menguatkan pilihan-pilihan filosofis dan praktis dalam langkahku menjadi seorang scientist dalam bidang psikologi.

Aku juga memperoleh pengalaman transpersonal selama membaca buku ini. Perenungan, hingga penjelajahan dalam imajinasi. Aku seperti diantar ke masa lalu, masa kini dan masa depan. Semua penjelasan dosen tentang hal-hal yang tampak gaib pada mata kuliah psikologi transpersonal menjadi dapat diterima dengan akal sehat. Banyak hal yang tidak kita ketahui di luasnya alam semesta, tersembunyi di relung-relung galaksi. Buku ini memberikan pengalaman berpikir “liar” dan “melampaui” apa yang bisa dilihat mata kepala. Membuat cerita-cerita sains fiksi, seperti E.T The Extra-Terrestrial, Interstellar, the Martian, hingga Star War, bisa menjadi masuk akal dan mungkin.

Apa yang membuatku tidak bosan dengan kuliah ini, meskipun secara tampilan fisik, seperti textbook yang membuat mengantuk? Terlepas dari minat pribadiku, buku ini dikemas dengan bahasa yang relatif mudah dipahami bagi orang yang baru memasuki “dunia astronomi dan hal yang berkaitan dengannya”. Carl juga dapat memberikan metafora yang memudahkanku memahami maksud penjelasannya. Selain itu, pada beberapa pembahasan, Carl mengurai kuliahnya dengan sangat puitis. 

Bagiku, buku ini cocok dibaca bagi mereka yang memang ingin menggeluti dunia sains. Ketika aku berbicara tentang sains, itu merujuk pada ilmu pengetahuan baik alam maupun sosial. Sangat cocok untuk dibaca oleh mereka yang dikepalanya terbesit impian menjadi ilmuwan. Mengapa demikian?

Buku ini memang banyak membahas tentang astronomi dan astrofisika. Namun buku ini juga secara keren menyinggung ilmu kimia, biologi, bahkan ilmu sosial seperti sejarah, antropologi, sosiologi, hingga psikologi. Sangat terasa juga ilmu filsafat di dalamnya. Mr.Carl mampu mengait-ngaitkan disiplin ilmu tersebut menjadi suatu pembahasan yang mengalir. Sangat bisa dicontoh oleh ilmuwan dan calon ilmuwan dalam memahami posisi keilmuannya, bahwa pada dasarnya akan ada keterkaitan ilmu bahkan ketika kita melihatnya tampak bertentangan. 

Selain itu, Pak Carl Sagan ini membawakan kuliahnya dengan penuturan yang kritis, reflektif, hingga provokatif. Hal itu juga membuat pembaca seperti diriku ikut berpikir secara kritis dan reflektif. Membuatku bisa melihat dunia ini secara lebih objektif. Aku sebagai pembaca yang dalam hal ini telah memiliki satu keyakinan terhadap agama yang mana juga tetap membuatku mempertanyakan beberapa konsep yang dibahasnya dari perspektif keyakinanku. Namun, uraian-uraian dalam buku mampu membuatku berpikir dialektik dan menemukan bahwa apa yang dibahasakan penulis adalah suatu upaya objektif menggambarkan kosmos sebagai seorang scientist. Bahkan, membaca buku ini dan menemukan celah yang mungkin tak dilihat oleh penulisnya dari perspektif keyakinanku membuatku semakin percaya pada apa yang aku yakini saat ini dengan tetap menjadi seseorang yang open-minded. 

Provokasi yang disampaikan Carl dalam bukunya ini mendorong para pembaca, terutama bagi yang menyebut diri mereka ilmuwan ataupun mereka yang sedang berjuang untuk menjadi ilmuwan, untuk tetap optimis dan bersemangat untuk melakukan perubahan menuju kesejahteraan seluruh elemen kehidupan yang ada di alam semesta. Dia mampu meletakkan dalam bukunya dasar-dasar filsafat ilmu, yang pada akhirnya membuat kita menyadari bagaimana peran ilmu pengetahuan. “Suatu sains berguna. Sains tidak sempurna. Sains bisa disalahgunakan. Sains hanyalah alat. Tapi sejauh ini alat terbaik yang kita miliki, mengoreksi diri sendiri, berlanjut, bisa diterapkan pada segala hal”. 

Kuliah Mr.Carl dalam bukunya ini dibagi dalam 13 bab yang setiap bab diawali dengan kutipan-kutipan yang menggambarkan isinya. Kutipan dari tokoh dan  kutipan tulisan buku terkenal, maupun kebijaksanaan-kebijaksanaan kuno. Lalu, setiap bab diakhiri dengan refleksi dari Carl sendiri tentang apa yang dia bahas di setiap babnya.

Di mulai dari Bab “Tepi Lautan Kosmik”. Aku diantar untuk mengenali di mana posisi bumi dan penghuninya. Mulai berjalan dari semesta yang luas, ruang antar bintang, menuju galaksi Bimasakti (Milky Way), tata surya, hingga ke planet bumi sebagai salah satu keluarga planet terestrial. Bab ini seperti bab pengenalan sebagaimana kuliah pada umumnya, kamu perlu pengantar untuk membuat audiens memahami isi kuliah kedepannya. Disinilah diperkenalkan bagaimana kita mengukur jarak dalam skala kosmos dengan kecepatan cahaya. Diperkenalkan istilah kosmos yang berasal dari bahasa Yunani yang berarti keteraturan alam semesta. Lawan dari kata Khaos, ketidakteraturan. Disinilah aku kembali menyadari bahwa generasi manusia yang hidup saat ini hanya “secuil”. Bumi adalah tempat yang kecil nan rapuh di tepi lautan kosmos. Pada dasarnya kita hidup di atas setitik debu yang mengitari bintang monoton (matahari) di sudut jauh galaksi. Kita, manusia hanya hidup dalam bagian zaman dari berbagai rentetan zaman yang pernah terjadi. Bahkan, nenek moyang kita pun telah mengetahui dunia ini sudah tua dan berusaha melihat ke masa lalu. Kosmos jauh lebih tua daripada apa yang mungkin pernah dibayangkan.

Bagian kedua dengan judul “Satu Suara dalam Fuga Kosmik”, audiens akan diantar memahami bagaimana kehidupan di dunia bisa terbentuk. Carl menggambarkan dasar-dasar pembentukan kehidupan, bahwa manusia pun bisa menciptakan bentuk kehidupan sederhana yang ada di bumi dengan mengambil bahan-bahan yang ada di alam semesta, dipagari oleh ilmu fisika dan kimia. Dia bahkan menantang imajinasi kita dengan menghayalkan jenis makhluk lain yang mungkin hidup di planet lain misalnya di Jupiter, yang semua dasar pembentuk kehidupannya sama namun mengalami adaptasi terhadap lingkungan planet tersebut. Dia menjelaskan beberapa percobaan disini, serta menggambarkan bagaimana seleksi alam terjadi dalam sistem kosmos. Di tengah hiruk pikuk duniawi, kita mungkin tak menyadari bahwa kita bukanlah satu-satunya yang hidup di dalam kosmos. Dengan memahami asal usul kita, kita mungkin bisa mendengar suara kehidupan di suatu titik di lautan kosmik. Bahkan, jika kita berpikir lebih jauh mungkin kita semua bisa disebut sebagai bintang-bintang karena penyusun dasar kita yang sama. Kita mungkin keturunan jauh dari Ledakan Besar (Big Bang) dalam proses penciptaan alam semesta. Membuat kita menyadari kembali sebagai orang yang beriman bahwa asal usul kita sama sehingga kita sama sekali tak bisa membanggakan diri dengan apa yang kita miliki di bumi yang sempit ini.

Bagian ketiga berjudul “Harmoni Planet-Planet”. Mari kita memikirkan bahwa adanya suatu keteraturan dalam alam semesta telah melahirkan upaya pengembangan sains. Contoh kecilnya adalah bagaimana nenek moyang kita belajar memahami cuaca dengan melihat kedudukan planet dan bintang. Bagaimana mereka kemudian menemukan bentuk planet dan sifat satelit. Bagaimana kemudian sistem penanggalan terbentuk. Planet kita tidak statis, tapi juga perubahan-perubahannya dapat menunjukkan adanya keteraturan. Kata Carl, “seandainya kita tinggal di planet yang tidak pernah berubah, hanya sedikit hal yang bisa kita kerjakan.” Tidak ada yang akan kita coba pahami karena semuanya telah dapat diprediksi dengan mudah. Akhirnya tidak akan ada yang mendorong munculnya sains. Namun seandainya kita hidup di planet yang tidak dapat diprediksi, tempat segalanya berubah secara acak atau dengan cara yang amat rumit, apakah kita juga bisa memahami nya? Sains juga tidak akan ada. Kita ditakdirkan hidup di dunia yang memiliki sifat di antara keduanya, tempat segala sesuatu berubah tapi masih mengikuti pola, aturan, atau yang kita sebut sebagai hukum alam. Sehingga, banyak hal yang bisa kita pahami dan kita pun menemukan dan mengembangkan sains yang dengannya kita bisa meningkatkan kualitas hidup kita. Di bagian ini diceritakan bagaimana Kepler dan Newton, dua tokoh besar dalam ilmu fisika menjadi salah satu yang menyadari harmoni dalam kosmos, mengantarkannya dalam penemuan terbesar sepanjang sejarah manusia. Darinya kita belajar bahwa hukum-hukum matematika sederhana tersebar di seluruh alam; bahwa hukum yang sama berlaku baik di bumi ini maupun di langit; dan bahwa ada resonansi antara cara kita berpikir dan cara dunia bekerja. Manusia dapat memahami kosmos dan generasi saat ini berhutang banyak pada wawasan mereka. Seyogianya hal itu membuat kita bersemangat untuk meningkatkan wawasan keilmuan kita agar kita pun bisa dikenang berkontribusi oleh generasi penerus kita di masa depan. 

Di bagian empat, yang diberi judul “Surga dan Neraka” membuatku menyadari bahwa sungguh pintu surga dan neraka mungkin berdekatan. Sisa dimana kita akan masuk? Bahkan, pikiran imajinatifku bermain; mungkinkah surga kelak adalah planet serupa bumi yang ditemukan; Planet Biru yang kaya akan penopang kehidupan dan kenikmatan tapi berada pada dimensi waktu lain di suatu titik dalam kosmos. Kita mengakui bahwa bumi adalah tempat menyenangkan. Pas sekali. Mars sangat dingin dan Venus sangat panas. Sebagian diantara kita dapat menjalani hidup dengan tenang dan tidak pernah tertimpa bencana alam yang lebih dahsyat dari pada Tsunami ataupun erupsi gunung berapi, pun badai. Sehingga, mungkin kita menjadi lalai, santai dan tak peduli. Kita merasakan sebagian kenikmatan surga yang dijanjikan di bumi ini. Namun, sejarah alam menunjukkan dengan jelas bahwa dunia sudah pernah luluh lantak akibat bencana alam yang sebagiannya disebabkan oleh aktivitas di ruang antar planet, di ruang antar galaksi. Dalam bab ini diceritakan peristiwa masa lalu ketika benda langit secara tidak sengaja dan acak memasuki atmosfer bumi dan menyebabkan bencana dahsyat. Bukan tidak mungkin. Di planet lain dengan catatan masa lalu yang bertahan lama, pernah terjadi bencana besar. Di awal-awal pembentukan bumi dan pada masa mudanya menuju bentuk seperti sekarang ini pun bencana-bencana harian terjadi yang mungkin merupakan bencana besar pada penglihatan generasi saat ini. Semua hanya tinggal perkara waktu. Peristiwa yang tak diperkirakan dapat terjadi dalam kurun waktu seratus tahun dari sekarang. Mungkin juga apa yang kita sebut kiamat yang akan menghantarkan bumi  menjadi neraka abadi bagi manusia. 

Ironisnya, manusia mendapat sebuah kehormatan untuk menciptakan bencana sendiri, disengaja maupun tidak, sehingga manusia memang dapat mengantarkan kehidupan menuju surga atau neraka. Dalam ketidaktahuan, manusia masih terus mencemari atmosfer, membuka lahan seluas-luasnya tanpa menyadari fakta bahwa akibat jangka panjangnya masih belum banyak diketahui. Manusia kini menjadi faktor baru dan mungkin penentu. Kecerdasan dan teknologi yang kita kembangkan telah memberikan kekuatan baru untuk mempengaruhi dunia, termasuk iklimnya. Bagaimana kita akan menggunakan kekuatan itu? Apakah kita juga yang akan menggiring bumi menjadi neraka seperti Venus?; yang sulit ditembus karena awan-awan beracun bagi manusia? Atau kita akan menjadi salah satu sistem penyokong kehidupan planet bumi yang kompleks, setidaknya untuk membuatnya mempertahankan sifat surgawinya sedikit lebih lama. 

Kita baru memasuki bab kelima ketika Carl mulai mengajak kita untuk berlayar mencari bentuk kehidupan lain di kosmos, khususnya di planet mars yang dianggap sebagai saudara sepupu planet Bumi, yang paling mirip karakteristiknya dengan Bumi.  Dengan judul “Lagu Biru untuk Planet Merah”, Carl  memulai membuka pikiran kita tentang kecenderungan psikologis manusia. Sebagian orang sangat ingin ada kehidupan di Mars. Bayangan ini menjadi harapan akan adanya kehidupan baru di luar bumi. Harapan untuk mencari rumah baru apabila cepat atau lambat bumi kita akan hancur. Di bab ini Carl menyadarkan kita bahwa betapa minat yang kuat dapat mengganggu toleransi ambiguitas yang mana penting bagi sains. Karena kita sangat ingin ada kehidupan di Mars, kita berusaha mencari bukti yang bahkan tak teruji pula kebenarannya. Apalagi banyak orang yang tidak ingin berada dalam ambiguitas. Mereka hanya  sekedar ingin diberi jawaban, apapun itu, sehingga dapat mengurangi beban pertentangan yang tersimpan di kepala mereka. Bahkan self-fulfilling prophecy (konsep psikologi sosial) dapat terjadi disini. Ekspektasi individu terhadap ilmuwan yang bisa menemukan kehidupan di Mars pada akhirnya membuat para ilmuwan bertindak mengkonfirmasi ekspektasi tersebut. Mereka melakukan upaya menemukan tanda-tanda masuk akal. Juga dengan emosi yang bercampur aduk dalam pengamatan sistematis yang dilakukan beberapa ilmuwan membuat mereka dapat menipu diri. 

Dalam bab ini diceritakan pengamatan sistematis Lowell yang sangat tergugah dengan gagasan kehidupan di Mars, serta ekspedisi beberapa wahana antariksa yang diluncurkan menuju Mars untuk mengecek secara langsung kondisi di planet Merah tersebut (seperti Mars 3 dan Viking). Ada yang berhasil dengan keterbatasan dan ada yang hilang tanpa jejak; menimbulkan berbagai spekulasi; menantang para ilmuwan yang terlibat untuk menyempurnakan misi selanjutnya. Pada akhirnya gagasan Lowell tak ubahnya seperti gagasan berapi-api tentang upaya dia mengkonfirmasi keyakinannya akan kehidupan di Mars yang terbukti tak seperti apa yang dia simpulkan. Memang ada yang hampir mirip. Dan walau bagaimanapun juga gagasan itu menjadi secercah harapan untuk memulai dan mengupayakan kehidupan baru disana. Seperti kata Carl “mungkin kitalah yang akan menjadi penduduk Mars.”

Bab keenam direpresentasikan dengan judul “Dongeng Para Pelancong”. Bab ini menceritakan perjalanan Voyager 2 yang sementara berlayar menelusuri lautan kosmos. Bab ini menyampaikan kepada kita bahwa mungkin saja kedepannya liburan dengan tur antar planet atau sekedar tur ke bulan menjadi suatu tren. Zaman kita hidup saat ini telah ditandai dengan manusia yang memulai mengarungi antariksa. Kapal-Kapal modern tak berawak melintasi jalur Keplerian menuju planet-planet lain. Kapal itu dirancang sebagai robot-robot semi-cerdas yang dibangun untuk menjelajahi dunia asing. Perjalanan ke bagian luar tata surya dikendalikan dari satu tempat di planet bumi, seperti di Jet Propulsion Laboratory (JPL) NASA di Pasadena, California. Hingga aku SMA, aku selalu menganggap NASA sebagai hal yang keren. 

Di Bab ini Carl menceritakan bagaimana Voyager 2 yang diluncurkan menuju ruang angkasa pada 20 Agustus 1977 telah memasuki sistem jupiter pada sekitar tahun 9 Juli 1979; mengirimkan potret-potret permukaan dan satelit-satelit (salah satunya yang menarik adalah Io) dari anggota planet Jovian yang paling besar dalam sistem tata surya itu. Voyager 2 akan terus bergerak menuju Saturnus, Uranus, Neptunus hingga keluar dari batas Kerajaan Matahari menuju Heliopause. Pada pertengahan Abad ke-21 diperkirakan Voyager 2 akan menembus Heliopause. Dikatakan bahwa Voyager 2 telah memasuki ruang angkasa lain pada 2020. Sama seperti pendahulunya, Voyager 1, yang sudah lebih jauh berjalan. Dalam bab ini juga, Carl pada satu sisi menggambarkan sejarah penemuan mikroskop yang menandai perluasan pandangan manusia ke alam yang sangat kecil, sebagai lawan dari teleskop yang justru membuat pandangan manusia ke alam yang sangat besar. Hal ini memberikan kesadaran bagiku bahwa memahami kosmos menyangkut semua elemen, dari yang terbesar hingga terkecil. Dari tubuh manusia menuju ruang angkasa, serta dari tubuh manusia menuju ke dalam sel-selnya. Begitulah kita melancong untuk lebih memahami hakikat kehidupan kita. Dari memahami sel-sel hingga terangkat dari bumi menuju ke langit untuk melihat bahwa kesibukan yang terjadi di muka bumi sangatlah remeh jika dibandingkan dengan urusan semesta. Juga memahami bahwa tanpa kinerja baik dari sel yang tersusun atas atom-atom, apa yang terlihat bergerak di muka bumi menjadi tiada artinya. 

Apa itu “Tulang Punggung Malam”? Judul bab selanjutnya dari kuliah Kosmos. Tak melupakan sejarah peradaban masa lalu dan kontribusi ilmuwan terdahulu, Carl menguraikan bagaimana manusia memandang bintang dan mendefinisikannya. Bab ini mengingatkanku pada ketakjuban masa kecilku kepada bintang. Ternyata pengamatan terhadap bintang yang selalu kita lakukan tanpa tujuan mengantarkan kita, manusia, pada pertanyaan filosofis. Dimanakah kita? Siapa kita? Sangat mengingatkanku pada ayat-ayat tentang berpikir mendalam setelah mengamati alam sebagai tanda-tanda kebesaran Tuhan. Kita akhirnya menemukan posisi kita di antara dua lengan spiral, di tepi satu galaksi (Bimasakti) dalam gugus galaksi yang anggotanya sedikit. Kita tersembunyi di sudut alam semesta yang berisi lebih banyak galaksi daripada manusia. Pertanyaan yang dipicu oleh bintang ketika kita masih anak-anak mendorong kita memulai perjalanan kosmik dan hingga saat ini kita masih mengembara. Kita mulai melakukan pelayaran menuju bintang-bintang setelah cukup lama hidup di tepi laut kosmos. 

“Melancong dalam ruang dan waktu”. Begitulah judul dari bab VIII. Disini, lebih liar lagi kita dibawa menjelajahi benua galaksi dan kehidupan para bintang. Tapi kita memulai dari pantai. Aku suka pantai. Pantai memang akan mengingatkan kita pada waktu; bagaimana spesies organisme berevolusi dari lautan menuju daratan; bagaimana naik turunnya ombak disebabkan oleh pasang surut, yang menyiratkan gravitasi dan mengenalkan kita pada waktu. Dalam bab ini digambarkan tentang rasi-rasi bintang yang menjadi tanda akan waktu tertentu. Tema waktu yang terjalin dengan ruang salah satunya menunjukkan bahwa posisi bintang di angkasa juga menunjukkan waktunya, yaitu seberapa tahun cahaya dia bisa dicapai dari bumi. Semakin suatu objek jauh dari bumi, kemungkinan umur mereka semakin tua. 

Bab ini dibahas banyak teori relativitas khusus Einstein yang memberi gagasan tentang perjalanan menuju bintang-bintang dengan mendekati kecepatan cahaya yang tidak semudah membayangkannya untuk kemudian membuat teknologinya. Teori Einstein memberitahukan kepada kita tentang aturan alam yang harus dipatuhi. Tidak ada objek yang bisa bergerak dengan kecepatan cahaya seberapapun kecepatan objek itu. Disini kita memahami adanya batas kecepatan kosmik yang kemudian dapat menjaga keseimbangan semesta. Namun, apabila kita melakukan perjalanan mendekati kecepatan cahaya, akan lebih mudah bagi kita mencapai bintang-bintang terjauh, dan itu artinya kita memperlambat waktu dari perspektif waktu di bumi. Kita menjadi termampatkan dalam gerak dan massa kita bertambah lalu terjadi dilatasi waktu; waktu melambat. Anda mungkin tidak akan tua sama sekali dibandingkan teman sejawat Anda yang hidup di bumi. Tidak mudah memahaminya, aku beberapa kali mengerutkan kening membaca uraian-uraian Carl. Tapi posisi kita di semesta dapat membuat perbedaan perspektif waktu, akibat kecepatan gerak kita dalam ruang. Kita mungkin akan bisa mencapai gugus galaksi yang jauh dan kembali ke Bumi menurut waktu di pesawat kita. Namun kita kembali mendapati bumi sudah tua bahkan matahari sebagai bintang telah redup. Olehnya itu, bergerak cepat di antariksa sama dengan bergerak menuju masa depan dari perspektif orang Bumi. Hal yang lebih lanjut menarik dibahas oleh ahli fisika adalah perjalanan lintas waktu yang mungkin saja bisa dilakukan. Anda berjalan dari Bumi menuju masa depan ke suatu bintang dan kembali pada saat teknologi Bumi sudah sangat canggih. Bahkan mungkin kita bisa kembali ke masa lalu, yang menurut kebanyakan ahli fisika tidaklah mungkin. 

Menarik bagiku bahwa bintang seperti manusia. Dia dilahirkan, hidup dan berkembang, lalu mati. Namun rentang hidup manusia hanya sepanjang dasawarsa; sementara rentang kehidupan bintang seratus juta kali lebih lama. Dibandingkan bintang itu, kita seperti lalat sehari kata Carl; makhluk hidup yang sangat singkat yang menjalani seluruh hidupnya hanya dalam waktu sehari. Manusia nyaris tidak melakukan apa-apa. Kita hanya cahaya kecil. Satu di antara milyaran kehidupan singkat yang berkerlap-kerlip lemah di permukaan bola silikat dan besi. Maka tak heran kehidupan kita disebut fana, sementara. 

“Kehidupan Bintang-Bintang”, judul dari Bab kesembilan, lebih menarik dan menantang imajinasi pembaca. Carl banyak menyinggung struktur atom dan unsur-unsur kimia yang melambangkan jenis atom, yang ditemukan di bumi. Unsur yang menyusun segala keberadaan di kosmos. Unsur yang menyusun bintang,dan manusia. Sehingga, persamaan bintang dan manusia tampak jelas. Asal usul dan evolusi kehidupan berhubungan erat dengan asal-usul dan evolusi bintang. Kelimpahan unsur-unsur kimia dibumi yang sama dengan unsur di matahari salah satunya menjadi contoh. Matahari adalah bintang generasi kedua atau mungkin ketiga; telah melalui evolusi dan memungkinkan kehidupan tercipta di Bumi. Kata Mr.Carl, “kita bisa menyimpulkan bahwa kehidupan di bumi didorong oleh sebagian kematian spektakuler bintang-bintang masif di tempat yang jauh.”

Lalu bagaimana bintang lahir, hidup dan mati? Jika matahari sebagai bintang, pada akhirnya dia akan mati. Matahari akan mengakhiri hidupnya sebagai katai putih lalu bintang Neutron. Dalam proses kehidupan bintang, kita diperkenalkan pada istilah-istilah seperti awan gas yang runtuh, kondensasi sistem keplanetan, bintang super-raksasa yang terang, bintang setengah baya yang stabil, raksasa merah, katai putih, nebula planet, nova, supernova, bintang neutron hingga lubang hitam yang mengantarkanku pada imajinasi tentang terowongan waktu. Lubang hitam adalah suatu tempat dimana gravitasi cukup tinggi sehingga tidak ada objek, bahkan cahaya yang bisa lepas. Ketika kita terjatuh dalam lubang hitam, kita akan jatuh selamanya dari perspektif “luar”. Namun dari sudut pandang kita, waktu tetap berjalan seperti biasanya. Apabila kita selamat dari pasang surut gravitasi, dan asumsinya bahwa lubang itu berotasi, mungkin saja kita akan keluar di bagian lain ruang-waktu – tempat lain di antariksa, masa lain pada waktu. 

Semakin kita melihat jauh ke antariksa, kita juga melihat jauh ke masa lampau, menuju Ledakan Besar. “Tepi  Ketakterhinggan” adalah judul bab ke-10. Hipotesis tentang semesta yang terus berkembang sejak Ledakan Besar digambarkan disini. Juga tentang Efek Doppler yang dianggap sebagai dasar kosmologi. Efek Doppler memberikan pemahaman bahwa sumber yang bergerak menjauh terlihat mengalami ingsutan merah (panjang gelombang menjadi panjang), sementara sumber yang mendekat terlihat mengalami ingsutan biru (panjang gelombang menjadi pendek). Efek ini juga berlaku pada gelombang cahaya. Pada awal abad ke-20 ditemukan melalui teleskop bahwa terdapat pergeseran merah galaksi-galaksi jauh, yang paling wajar dijelaskan dengan efek Doppler. Pertanyaan yang muncul bahwa apakah kita hidup dalam alam semesta yang mengembang selamanya ataukah di alam semesta yang mengalami siklus tak berkesudahan? Lalu apakah yang terjadi pada Ledakan Besar? Apa yang terjadi sebelumnya? Pertanyaan yang tak terhingga ini, baik yang mundur ke belakang ataupun yang maju ke depan tentang proses yang tak berkesudahan, pada akhirnya mengantarkanku pada satu kekuasaan mutlak yang nyatanya ditolak oleh sebagian ilmuwan. Tentang keberadaan Tuhan, sang Pencipta. Bahkan gagasan semesta yang berkembang, mengingatkanku tentang konsep lapisan langit. 7 Lapis Langit. Ada hierarki alam semesta yang juga dispekulasikan oleh Sains, sekaligus disebutkan dalam teks kitab suci. Sangat tak terbatas apa yang ada di lautan kosmos; sangat berkebalikan dengan pengetahuan manusia yang terbatas. 

Lalu bagaimana spesies manusia mengelola terbatasnya kemampuan terkait kecerdasannya? Hal yang membuatku mengapresiasi buku ini adalah bahwa pada akhirnya Carl menonjolkan sisi humanis dari salah satu spesies yang ada di kosmos. Meskipun tampak remeh dari luasnya lautan antariksa, namun spesies manusia adalah spesies yang unik. Makhluk hidup cerdas yang telah mengalami proses evolusi di tengah seleksi alam yang semakin mengeksiskan spesiesnya di Bumi. Seandainya Bumi dibuat ulang dengan ciri-ciri fisik yang sama, sangat kecil kemungkinan sesuatu menyerupai manusia akan muncul lagi. Setidaknya ini adalah keyakinan para pengikut teori evolusi yang membuatku menyadari spesialnya manusia, tentu dari sudut pandang penciptaannya. Di planet lain yang lebih tua tempat kehidupan telah berevolusi miliaran tahun lebih awal daripada di Bumi, mungkin saja ada spesies lain yang memiliki tingkat kecerdasan yang jauh lebih hebat. Kecerdasan disini bukan hanya terkait informasi saja, melainkan juga pertimbangan, yaitu cara informasi tersebut dikoordinasikan dan digunakan. Menyelami bab yang berjudul “Bertahannya Kenangan” ini (Bab XI) membuat saya menyadari bahwa dengan kecerdasannya, manusia tetap memiliki keterbatasan dalam menyimpan informasi sehingga manusia dengan kecerdasannya pula mencari cara untuk membuat kenangannya bertahan.

Perpustakaan informasi awal manusia adalah gen, yang mengandung segala hal yang diketahui tubuh untuk mengerjakan sendiri suatu aktivitas. Cara tertawa, cara berjalan, cara mengenali pola, cara bereproduksi dan cara makan. Aktivitas hidup dasar yang tidak hanya dimiliki spesies manusia, melainkan seluruh organisme. Namun banyaknya informasi di sekeliling manusia, membuat perpustakaan genetis tidaklah cukup untuk membuat manusia bertahan hidup. Otak manusia menjadi perpustakaan selanjutnya yang memiliki cara kerja berbeda dari DNA. Otak pun mengalami perkembangan dari otak bagian dalam ke bagian luar. Bagian dalam adalah bagian tertua yang menjalankan fungsi biologis dasar, seringkali kita menyebut otak purba kita sebagai otak reptil, tempat karakteristik leluhur kita masih bersemayam seperti agresi, ritual, teritorial, hierarki sosial; disebut kompleks R. Kompleks R dibungkus oleh sistem limbik atau otak mamalia, sumber utama mood dan emosi, kecemasan, dan perhatian kepada anak. Lalu di bagian terluar adalah korteks otak besar (cerebral cortex), tempat suatu zat diubah menjadi kesadaran, titik permulaan perjalanan kosmik manusia. Kita tahu bahwa banyak binatang lain yang memiliki perasaan, tapi binatang cerdas yang berpikir (manusia) berbeda karena korteks otak besar tersebut yang menjadi tempat bagi proses tingkat tinggi, sebagian menganggapnya akal kita. Dengannya, kita tidak selamanya terperangkap dalam pola perilaku yang diwariskan secara genetis seperti yang dialami kebanyakan binatang. Kita masing-masing bertanggung jawab atas apa yang dimasukkan ke dalam otak kita, bertanggung jawab atas apa yang kita pedulikan dan ketahui. Kita belajar (konsep kunci dalam perkembangan kepribadian menurut psikologi) dan akhirnya kita bisa mengubah diri. Manusia juga belajar menyimpan kenangannya di luar dirinya, dengan menulis melalui berbagai media, untuk diwariskan kepada generasinya, untuk mempertahankan kenangannya di tengah lautan kosmik. Dengan pilihan manusia ini, Carl memprovokasi pembaca untuk menggunakan kekuatan kecerdasan kita bukan untuk menghancurkan diri sendiri, melainkan menyatukan semua kehidupan dengan damai ke dalam suatu organisasi yang saling mengasihi kehidupan setiap makhluk di dalamnya, yaitu suatu masyarakat global bahkan masyarakat kosmos, yang menjalin komunikasi antar galaksi.

Pada Bab selanjutnya dengan judul “Ensiklopedia Galaktika”, Carl berusaha mengantar audiens pada cita-cita luhur terjalinnya interaksi masyarakat antar galaksi tersebut. Olehnya itu, Carl menggambarkan beberapa literatur terkait seberapa besar kemungkinan adanya planet yang memiliki peradaban maju setidaknya seperti di bumi dalam suatu sistem galaksi. Tidak besar kemungkinan, namun ada. Peradaban dengan teknologi yang jauh lebih canggih, melebihi konsep masyarakat 5.0 yang dituju saat ini di bumi, mungkin saja ada, dibangun oleh makhluk-makhluk ekstraterestrial yang seringkali kita sebut alien dalam film-film. Saat ini, di bumi, kita bisa berkomunikasi dengan mereka mungkin melalui teknologi radio yang bisa saja tidak dideteksi oleh masyarakat mereka karena peralatan mereka sudah jauh lebih canggih dari radio yang dianggap barang kuno. Mungkin mereka mengirim sinyal dari peralatan mereka, namun tak mampu ditangkap oleh teknologi kolot di bumi. Banyak spekulasi keberadaan makhluk selain manusia, bahkan sebuah spekulasi menganggap bahwa mereka sudah ada di antara kita dan mengawasi kita, melihat kehidupan sosial kita, mempelajari ensiklopedi kita, persis seperti apa yang terlihat di film-film. Mungkin juga beberapa di antara mereka masih sedang dalam perjalanan menemukan peradaban lain dan belum sampai di bumi, atau mereka sama sekali tidak tertarik dengan bumi. 

Gagasan futuristik dari Carl adalah kita akan menemukan hakikat peradaban-peradaban lain. Masing-masing terdiri atas organisme-organisme yang jauh berbeda dan unik. Mereka akan melihat alam semesta secara berbeda, juga memiliki seni dan fungsi-fungsi sosial yang berbeda. Mereka tertarik pada hal-hal yang tak pernah kita bayangkan sebelumnya. Dengan mempertemukan dan membandingkan pengetahuan mereka dengan pengetahuan kita, kita akan dapat bertumbuh tak terbatas. Bayangkan ada suatu komputer yang berisi informasi tentang sifat dasar dan aktivitas peradaban lain yang ditemukan di Galaksi Bimasakti. Kita mungkin menyusun sebuah Ensiklopedia Galaktika yang suatu hari nanti diminta  oleh para makhluk lain dari planet yang mengitari bintang yang sangat jauh agar mereka memperoleh sedikit informasi tentang peradaban masyarakat terbaru di Bimasakti yang akan bergabung dengan komunitas peradaban Galaktik. Sungguh sangat jauh tak terbatas imajinasi ini. Namun dengannya kita bisa berlayar ke dalam kosmos dari tempat kita duduk saat ini. 

Terakhir, “Siapa Juru Bicara Bumi?”. Pada akhirnya penjelajahan kosmos adalah sebuah perjalanan menemukan diri sendiri. Kita memahami posisi kita di kosmos. Kita memahami asal-asul kita dan tempat dimana kita berpijak saat ini, hingga memahami hakikat kita sebagai spesies manusia dengan kecerdasan yang dimiliki. Kita dipandang oleh penganut materialisme sebagai debu alkimia bintang yang mulai memiliki kesadaran. Kesadaran yang membuat kita memilih apakah kita akan menggunakan teknologi untuk menyelamatkan ataukah untuk menghancurkan dan membuat penciptanya (para ilmuwan) menyesal karena membuat bakal monster atau senjata pembunuh massal? Kita memilih apakah kita akan berjalan jauh untuk memusnahkan diri sendiri? Atau kita akan mulai melakukan perjalanan menuju bintang- bintang untuk memperoleh kebijaksanaan, melanjutkan penemuan-penemuan spektakuler dalam kosmos. 

Sebagai makhluk yang memiliki kesadaran, apakah kita mampu menjadi juru bicara bumi? Laporan pertanggung jawaban apa yang akan kita sampaikan mengenai pekerjaan kita mengurus bumi? Kita bisa memulai membuat integrasi kosmos dengan menyelesaikan integrasi masyarakat Bumi tanpa menghapuskan perbedaan budaya sebab perbedaan itu adalah keniscayaan dalam semesta. Kita bisa memulai dengan memberikan kasih sayang kepada sesama manusia, sebagai orang tua, pasangan, saudara, dan teman. Kita bisa memulai dengan membesarkan generasi yang memiliki empati. Uraian Carl terkait dengan pentingnya empati dan afeksi membuatku mengapresiasi penghargaannya terhadap aspek psikologis manusia. 

Gagasan bahwa kita adalah pengejawantahan lokal Kosmos yang tumbuh menyadari dirinya sendiri. Kita berbicara atas nama Bumi. Loyalitas kita ditujukan kepada umat manusia dan planet bumi. Kewajiban kita supaya bertahan hidup bukan hanya untuk diri sendiri melainkan juga untuk Kosmos, yang tua dan luas, yang darinya kita berasal. Semua itu mengembalikanku pada konsep Kekhalifahan manusia di muka bumi. Membuatku merenung bahwa sains tanpa ketuhanan, sains tanpa kemanusiaan adalah cikal bakal senjata pembunuh massal, awal bertumbuhnya monster yang akan menggiring kita ke neraka secara perlahan-lahan. Sains tanpa kebermanfaatan adalah penghancuran diri sendiri, kemunduran yang tak terhingga dan kekosongan abadi. 

Ide-ide dalam buku ini memang adalah lagu lama. Lagu lama yang tak pernah tertelan zaman. Lagu lama yang tak pernah berakhir karena ketakterhinggaan dan misteri-misteri yang belum sepenuhnya terungkap. Selalu didengungkan sepanjang makhluk cerdas berkesadaran ini masih hidup di muka bumi. Lagu lama yang akan selalu menguatkan iman kita. 

Bagaimana cara agar aku bisa mengenal diri dan mengenal Penciptaku? Lakukan perjalanan menjelajahi semesta dan menjelajahi tubuhmu. Kita bisa mempertentangkan pemikiran-pemikiran bagaimana segala sesuatu yang terpola ini terjadi. Apakah terjadi dengan sendirinya secara acak? Atau ada Tangan Pencipta dengan Kecerdasan Luar Biasa yang tak mampu disamai oleh spesies seperti manusia dalam membuat perhitungan yang super teliti. Ada keteraturan luar biasa di sana. Ada keterkaitan yang mendengungkan harmoni segala elemen. Itulah yang kita sebut sebagai Kosmos. Pahami Kosmos, anda akan sampai pada pemahaman diri. 

Published by Syura Muhiddin

I study Psychology. You are able to call me Syura or Wasti. I am the third daughter of my Father (Muhiddin) and my Mother (Marwah). I am a Muslim women. My tribe is Bugis from South Sulawesi Province. Absolutely, I am an Indonesian.

2 thoughts on “PENJELAJAHAN KOSMOS ADALAH PERJALANAN MENEMUKAN DIRI SENDIRI

  1. Waow, menarik sekali Syura.
    Beberapa hari yg lalu sy menonton Insterstellar dan meninggalkan banyak pertanyaan. Sepertinya buku ini akan banyak membantu.
    Terima kasih untuk tulisan ini Syura.

    Liked by 1 person

Leave a comment