Ketika Aku Berjalan

Aku bisa merasakan langkah menapak jalan. Aku bisa merasakan semilir angin. Aku memandang sekeliling, nuansa hijau pohon dan rumput. Aku juga memandang langit biru yang dihiasi awan. Aku telah dan sedang berjalan. Kadang di tengah waktu yang seolah mengejar, aku memilih menahan desakannya dengan berjalan. Berjalan menikmati udara, melakukan olah rasa dan olah pikir.

Ketika aku berjalan, aku memperlambat ritme kehidupan. Aku berusaha merasakan apa itu hidup. Bernafas. Aku mencurahkan pikiran pada apa yang ada di sekelilingku. Sesuatu yang terlihat sederhana saja tampak luar, namun kadang menjadi kompleks di dalamnya. Terkadang, tidak mudah bagi kita untuk meluangkan hal itu dan membuat pikiran untuk menghadir “disini dan saat ini”. 

Menelusuri beberapa literatur, kita akan menemukan bahwa keterkaitan dengan alam dapat memberikan dampak positif atas kehidupan sehari-hari. Lebih khusus lagi, apresiasi terhadap alam. Apresiasi terhadap alam merupakan salah satu faktor psikologis yang didefinisikan sebagai aspek emosional, yang merujuk pada perasaan senang ketika berhubungan dengan tumbuhan, hewan, dan lingkungan bukan bangunan. Faktor ini mencerminkan emosi yang menyenangkan seperti kegembiraan, ketenangan, kesejahteraan, dan suasana hati yang positif karena terpapar lingkungan yang memiliki karakteristik alam baik yang lengkap atau alamiah, maupun buatan yang menyerupai kondisi alam yang sebenarnya (Kals, 1996).

Apresiasi terhadap alam dapat dijelaskan secara teoritis dengan hipotesis biofilia (Wilson dalam Dornhoff dkk., 2019). Hipotesis tersebut mengasumsikan kecenderungan bawaan manusia untuk mendekati dan berhubungan dengan makhluk hidup dan hal-hal alamiah lainnya. Hipotesis Biofilia juga mendalilkan bahwa kecenderungan itu melekat pada manusia untuk belajar dari dan menghargai lingkungan alamiah (Kellert dan Wilson dalam Dornhoff dkk., 2019).

Apresiasi terhadap alam dapat lebih lanjut mendorong niat dan perilaku pro-lingkungan dengan adanya pengalaman positif yang dirasakan (Muhiddin & Pertiwi, 2022; Kals et al., 1999). Paparan terhadap alam menghasilkan efek restoratif pada kesehatan fisik, meningkatkan perhatian pada kinerja tugas kognitif, dan mendorong kesejahteraan emosional. Selain itu, mereka yang lebih terhubung dengan alam cenderung mengalami perasaan, vitalitas, dan kepuasan hidup yang lebih positif dibandingkan dengan mereka yang kurang terhubung dengan alam (Capaldi et al., 2014). Sebaliknya, terlepas dari adanya manfaat ekonomi, sosial, dan kesehatan dari urbanisasi modern, bukti menunjukkan bahwa putusanya hubungan dengan alam menyebabkan kurangnya pengalaman dengan alam (Miller, 2005), yang secara jelas telah berkontribusi pada munculnya berbagai masalah gaya hidup yang tidak berkelanjutan. Orang yang tinggal di daerah perkotaan melaporkan kepedulian lingkungan yang lebih rendah (Weinstein et al.,2015). Demikian pula, orang dewasa yang memiliki lebih sedikit kontak dengan alam, dibandingkan dengan anak-anak, melaporkan perilaku yang kurang pro-lingkungan (Evans et al., 2018; Wells & Lekies, 2006). Selanjutnya, menghabiskan lebih banyak waktu di daerah perkotaan  mengurangi perasaan keterhubungan dengan alam (Mayer et al., 2009) dan kemauan untuk berperilaku berkelanjutan (Zelenski et al., 2015). Penelitian terbaru dari Alcock et al. (2020) juga menemukan hubungan positif antara kunjungan rekreasi ke alam dan apresiasi terhadap alam dengan perilaku pro-lingkungan, yang menunjukkan bahwa semakin banyak individu mengunjungi alam untuk rekreasi, dan semakin mereka menghargai alam, semakin banyak perilaku pro-lingkungan yang mereka laporkan. 

Ketika aku merefleksikan pengalaman berhubungan dengan alam saat aku berjalan, apa yang disampaikan penelitian-penelitian tersebut dapat terbukti. Aku merasa bahwa alam membuatku dapat melepaskan emosi negatif yang berkecamuk melalui berbagai kode-kode alamiah yang Sang Pencipta telah kirimkan. Ketika aku melihat dedaunan, hujan, dan langit, aku bersyukur bahwa aku hidup. Ada pengalaman transpersonal yang terbangun. Aku tiba-tiba menyadari bahwa aku hanyalah setitik bagian dari semesta yang tak terbatas. Aku seperti menerbangkan pikiran melampaui atmosfer, lapisan ozon, tata surya dan berdiri di luar galaksi bimasakti. Lalu, aku memandang titik itu adalah masalahku. 

Masalahku hanya bagian kecil dari huru-hara urusan di muka bola silikat, Bumi. Sang Pencipta yang menguasai semesta itu, jauh lebih besar. Dia bisa melihat masalahku dengan pandangan yang jauh lebih luas sehingga dia mengetahui bagaimana itu akan berakhir, dibandingkan diriku dengan pandangan yang sempit. Pada akhirnya aku menyadari bahwa kuasa sepenuhnya ada pada-Nya dan Dia Maha Mengetahui yang terbaik untuk manusia itu. Tentu kadangkala, di sisi-Nya, keinginan kita belum tentu baik, hingga Dia mempertemukan kita dengan jalan-jalan lain di muka bumi. Jalan yang tak pernah disangka dan baru disadari melalui  pengalaman menikmati alam. Ketika aku cemas dan takut akan masa depan, aku berjalan, mencemplungkan diri dalam alam. Itu seperti Dia memanggilku untuk kembali memikirkan ciptaan dan kekuasaan-Nya. Tak ada yang perlu kamu cemaskan. Begitu Dia berbicara melalui alam. 

Aku menyadari bahwa alam ini adalah sesuatu yang akan membuatmu selalu kembali pada pertanyaan atas eksistensi diri. Apa yang aku lakukan di atas bumi? Kadangkala di tengah hiruk pikuk deadline, kendaraan, bangunan, makanan, teman sepermainan, kita lupa akan pertanyaan mendasar. Untuk apa? Untuk siapa? Kepada siapa? Mau ke mana? Lalu kita hidup terhanyut dalam interaksi otomatis, monoton, dan kosong; hanyut dalam perasaan dunia yang abadi namun sangat jelas fana. Tenggelam dalam kesilauan materi, tanpa tahu apa yang ada di baliknya. 

Kita sepatutnya berterima kasih atas sesuatu yang tak terbatas dari Sang Pencipta. Alam semesta. Kita sepatutnya bersyukur akan kesempatan untuk berhubungan dengan alam dan mengapresiasinya. Juga sebagai manusia, tak ada yang bisa disombongkan di dalam semesta yang tak terbatas itu

Referensi

Alcock, I., White, M. P., Pahl, S., Duarte-Davidson, R., & Fleming, L. E. (2020). Associations between pro-environmental behavior and neighborhood nature, nature visit frequency and nature appreciation: Evidence from a nationally representative survey in England. Environment International, 136, 105441.https://doi.org/10.1016/j.envint.2019.105441 

Capaldi, C. A., Dopko, R. L., & Zelenski, J. M. (2014). The relationship between nature connectedness and happiness: A meta-analysis. Frontiers in Psychology, 5, 976 

Dornhoff, M., Sothmann, J-N., Fiebelkorn, F. & Menzel, S. (2019). Nature Relatedness and Environmental Concern of Young People in Ecuador and Germany. Front. Psychol. 10 (453). doi:10.3389/fpsyg.2019.00453

Evans, C. J., Kirby, J. R., & Fabrigar, L. R.(2003). Approaches to learning, need for cognition, and strategic flexibility among university students. British Journal of Educational Psychology, 73(4), 507–528.https://doi.org/10.1348/000709903322591217 

Kals, E. (1996). Are pro-environmental commitments motivated by health concerns or by perceived justice? In Current societal concerns about justice (pp. 231–258). Springer.

Kals, E., Schumacher, D., & Montada, L.(1999). Emotional affinity toward nature as a motivational basis to protect nature. Environment and Behavior, 31(2), 178–202

Mayer, F. S., Frantz, C. M., Bruehlman-Senecal, E., & Dolliver, K. (2009). Why Is nature beneficial? The role of connectedness to nature. Environment and Behavior, 41(5), 607–643 

Miller, J. R. (2005). Biodiversity conservation and the extinction of experience. Trends In Ecology & Evolution, 20(8), 430–434

Muhiddin, S. & Pertiwi, Y. G.(2022). “Nature and Innovation”: Do Appreciation of Nature and Need for Cognition Predict Intentions to Perform Sustainable Behaviors?. Jurnal Ecopsy, 9(1),60-75, 60-75. http://doi.org/10.20527/ecopsy.2022.03.006 

Weinstein, N., Balmford, A., Dehaan, C. R.,Gladwell, V., Bradbury, R. B., & Amano,T. (2015). Seeing community for the trees: The links among contact with natural environments, community cohesion, and crime. BioScience, 65(12),1141–1153.

Wells, N. M., & Lekies, K. S. (2006). Nature and the life course: Pathways from childhood nature experiences to adult environmentalism. Children Youth and Environments, 16(1), 1–24. 

Zelenski, J. M., Dopko, R. L., & Capaldi, C. A.(2015). Cooperation is in our nature:Nature exposure may promote cooperative and environmentally sustainable behavior. Journal of Environmental Psychology, 42, 24–31.https://doi.org/10.1016/j.jenvp.2015.01.005 

Published by Syura Muhiddin

I study Psychology. You are able to call me Syura or Wasti. I am the third daughter of my Father (Muhiddin) and my Mother (Marwah). I am a Muslim women. My tribe is Bugis from South Sulawesi Province. Absolutely, I am an Indonesian.

Leave a comment