Psikologi Positif, Satu Lagi Hikmah dari Al-Qur’an Bagi Orang-Orang yang Beriman

Pendahuluan

Psikologi sebagai ilmu pengetahuan telah mengalami perluasan dalam aspek aksiologisnya. Psikologi telah banyak diterapkan di berbagai bidang kehidupan, yang membuat ilmu ini semakin dikenal luas dan semakin diminati. Apalagi, psikologi sangat terbuka untuk membangun penelitian interdisiplin dan multidisplin dengan ilmu-ilmu lain. Tentu saja, dimana ada manusia maka disitu psikologi dapat dikembangkan.

Ilmu psikologi yang banyak berkembang sejak didirikannya laboratorium psikologi di Jerman, merupakan ilmu psikologi yang dikenal sebagai psikologi negatif. Trend psikologi negatif mewarnai pengembangan ilmu ini dalam ranah ontologi, epistemologi serta aksiologinya. Trend psikologi negatif menitikberatkan pada penyelesaian masalah-masalah yang dihadapi oleh individu. Psikologi banyak disorot dalam upaya menangani individu dengan gangguan psikologis ringan hingga berat. Tidak jarang masyarakat mempersepsikan psikologi berhubungan dengan “orang dengan gangguan jiwa”, konseling, dan terapi psikologis. Bagi kita yang mendalami psikologi pada era tersebut, kita bisa sampai pada penghayatan bahwa manusia memang benar-benar makhluk bermasalah yang kompleks.

Memasuki abad ke-21, trend psikologi negatif mulai mengalami pergeseran menuju trend psikologi positif. Daripada mempersepsikan manusia sebagai makhluk bermasalah, ada baiknya kita memandang manusia sebagai makhluk yang memiliki potensi untuk dikembangkan. Dibandingkan mengatasi masalah, lebih baik mencegah masalah psikologis dengan mengoptimalkan potensi manusia yang merupakan fitrahnya. Sentanu (2007) berpendapat bahwa manusia dilahirkan dengan perasaan mampu melakukan segalanya sebelum kemudian dikacaukan oleh pesan-pesan ketidakmampuan yang datang dari lingkungannya.

Psikologi positif adalah ilmu pengetahuan dan aplikasi yang berhubungan dengan studi tentang kekuatan psikologi (psychological strengths) dan emosi positif (Snyder dan Lopez, 2007). Berkembangnya psikologi positif didasarkan pada kenyataan bahwa manusia tidak hanya ingin terbebas dari masalah, tetapi juga mendambakan kebahagiaan. Seligman (2002) menyatakan bahwa tujuan psikologi positif adalah untuk mempercepat perubahan dalam psikologi yang hanya berfokus pada upaya memperbaiki hal-hal terburuk dalam hidup menjadi upaya membangun kualitas terbaik dalam hidup.

Psikologi positif merupakan studi ilmiah tentang keberfungsian manusia secara optimal, dengan tujuan dasar menemukan dan mempromosikan kekuatan-kekuatan dan kebajikan-kebajikan yang memungkinkan individu dan masyarakat untuk berkembang (Myers, 2007). Seligman dan Peterson (2004) telah menemukan dan menuliskan daftar kekuatan karakter (strengths) dan kebajikan (virtues) dari studinya. Peneliti-peneliti lain yang mengkaji mengenai psikologi positif mendukung penemuannya. Berbagai penelitian pada akhirnya menemukan bahwa kekuatan karakter tersebut dapat menjadi suatu “penyangga” atau “penghambat” terhadap berkembangnya gangguan-gangguan mental serta dapat mendukung individu mencapai kesehatan mental. Bahkan, beberapa kekuatan karakter menjadi faktor kunci kesuksesan manusia yang utama dibandingkan faktor yang telah eksis sebelumnya seperti IQ.

Pada akhirnya, psikologi positif banyak diterapkan dalam berbagai bidang kehidupan. Cabang lain dari psikologi pun mulai merambah pendekatan ini dalam ranah aplikasinya. Psikologi industri dan organisasi, psikologi pendidikan, bahkan psikologi klinis yang diketahui didominasi oleh trend psikologi negatif. Beberapa terapi dan konseling juga telah menggunakan pendekatan psikologi positif.

Dalam literatur psikologi positif, kita dapat menemukan bahwa filsafat dan konsep-konsep keagamaan turut memberikan kontribusi pada pengembangan kajian psikologi positif. Peterson dan Seligman beserta kolega lainnya mengidentifikasi karakter-karakter positif pada manusia melalui studi ilmiah yang dilakukannya hingga mengklasifikasikan menjadi beberapa kelompok berdasarkan kriteria tertentu yang dirumuskan.

Ketika kita merefleksikan lebih jauh, kita dapat menemukan bahwa sistem kepercayaan dan nilai yang dianut individu akan mendasari filosofi hidupnya. Filosofi hidup manusia dapat memengaruhi cara mereka mempersepsikan kehidupan, cara mereka memaknai tujuan hidup di dunia bahkan cara mereka memaknai perihal-perihal yang tidak terlihat secara kasat mata. Ketika kemudian tim peneliti character strength melalukan riset maka dapat dikatakan bahwa hasil yang ditemukannya tersebut dapat mencerminkan berbagai filosofi hidup yang telah lama mencerminkan sistem kepercayaan individu di dunia.

Penjelasan di atas mengantarkan kita pada perenungan mendalam mengenai apa yang seyogianya menjadi pedoman hidup manusia yang menganut sistem kepercayaan Islam. Al-Quran, sebagai kitab suci yang diyakini sebagai pedoman hidup untuk seluruh manusia telah berbicara mengenai kekuatan karakter yang seyogianya dimiliki manusia, sejak diturunkannya kepada Nabi Muhammad Saw, jauh sebelum berkembangnya pendekatan psikologi positif.

Bukan hanya dalam Al-Qur’an kita dapat menemukan kekuatan karakter dan kebajikan tersebut. Pada kitab-kitab suci lainnya pun kita dapat menemukannya. Lalu mengapa penulis memilih Al-Qur’an? Sebagai seorang muslim, penulis memiliki harapan bahwa saudara-saudara sesama muslim dapat mengetahui kebenaran dalam kitab sucinya yang penuh hikmah. Al-Qur’an tidak hanya untuk dibaca tetapi untuk diimplementasikan dalam berbagai aspek kehidupan seorang muslim, termasuk mewujudkan karakter dan kebajikan yang diperintahkan di dalamnya.  Bagi saudara yang telah memiliki keyakinan kuat, semoga dapat membuatnya semakin kokoh berdiri dalam memperjuangkan kebenaran. Bagi saudara yang masih lemah keyakinannya, semoga dapat membuatnya semakin kuat dan segera kembali kepada jalan yang benar. Bagi saudara yang tidak meyakini, semoga dapat mengenal Al-Qur’an lebih jauh hingga dapat tergerak hatinya untuk mulai menyukainya dan mengurangi untuk menilai secara negatif orang-orang yang meyakininya. Sebab, tentu saja Al-Qur’an adalah pedoman bagi orang-orang yang meyakininya.

Psikologi Positif: Bukti Kebenaran Al-Qur’an

Perkembangan psikologi positif secara pesat merupakan perkembangan yang menarik dalam bidang psikologi. Sejak Peterson dan Seligman menerbitkan bukunya yang berisi klasifikasi kekuatan karakter dan kebajikan serta penjelasannya, para ilmuan psikologi dan psikolog yang membidangi psikologi positif ini semakin menunjukkan eksistensinya. Daftar karakter dan kebajikan tersebut tidak akan dimuat dalam tulisan ini. Kita dapat menemukannya dengan cepat di situs-situs internet, bahkan sudah ada buku digital yang dapat diunduh untuk memahaminya lebih dalam.

Hal yang ingin penulis sampaikan melalui tulisan ini adalah setelah menelusuri kembali daftar-daftar tersebut, dapat disimpulkan bahwa Islam adalah  yang pertama secara jelas mengusulkan teori psikologi positif. Kebanyakan, bahkan semua karakter dari daftar tersebut sama dengan kepribadian dan atau karakter positif yang dianjurkan dan didukung dari perspektif Islam. Hal ini dapat berarti Al-Qur’an sebagai sumber ajaran Islam sekali lagi terbukti kebenarannya.

Sejarah Islam menunjukkan bagaimana Rasulullah mengajarkan dan mengamalkan karakter positif dan kebajikan dalam Al-Qur’an tersebut. Akhlak Nabi Muhammad Saw sendiri adalah Al-Qur’an sebagaimana yang dikatakan Aisyah r.a, istrinya. Hasil dari pengajaran Rasulullah dan bagaimana beliau menjadi model telah melahirkan generasi-generasi muslim terhebat sepanjang masa. Karakter positif dan kebajikan yang diwujudkan dalam kehidupan para sahabat dan pengikutnya telah mampu membawa Islam mencapai kejayaannya. Penulis juga tidak akan mengurai satu per satu kejadian tersebut dalam tulisan ini.

Bukan hanya pada masa lampau tersebut. Pada masa sekarang ini, kita bisa menemukan bagaimana efektivitas dari Al-Qur’an dalam menghadapi persoalan hidup, termausk persoalan psikologis. Beberapa ilmuwan psikologi Muslim menggunakannya sebagai sumber konseling untuk kliennya yang muslim. Pada akhirnya, psikologi positif ini turut membuktikan kebenarannya.

Jika kita menelaah tujuanya maka ada perbedaan antara psikologi positif dari pendekatan ilmu psikologi dengan pandangan Islam. Pandangan Islam menekankan bahwa seseorang berupaya untuk mengembangkan karakter-karakter positif tersebut untuk mencapai ridha (kesenangan dan kecintaan) Allah. Sementara itu,  tujuan utama dari pendekatan ilmu psikologi adalah untuk mengembangkan eksistensi dan pengalaman individu dalam kehidupan.  Dalam Islam, tujuan ilmu psikologi ini adalah tujuan terminal, sementara tujuan akhirnya adalah tetap untuk mencapai keridhaan Allah Swt. Dengan demikian, seyogianya muslim mengikuti petunjuk dari Allah dalam mengimplementasikannya.

Karakter Positif dan Kebajikan: Kepribadian Orang-Orang Beriman

Sebagai orang yang beriman yang menyerahkan jiwanya kepada Allah dan mengarahkan dirinya menuju jalan yang benar, seseorang berupaya untuk mempraktikkan perilaku-perlaku yang luhur sesuai dengan yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad Saw. Dengan mempraktikkannya secara terus-menerus, perilaku tersebut menjadi kebiasaan dan akan masuk dalam daftar perilaku yang mengakar, menjadi bagian dari kepribadian.

Ada banyak karakter positif dan kebajikan di dalam Islam yang telah dicontohkan oleh teladan utama orang-orang beriman, Rasulullah saw. Dalam tulisan ini, hanya ada beberapa karakter yang dibahas. Karakter-karakter ini lebih sering disebutkan dalam Al-Qur’an dan dapat dikatakan menjadi karakter dominan yang seyogianya tampak dalam kepribadin seseorang yang beriman.

  1. Kindness, Compassion, dan Mercy (Kebaikan Hati, Kasih Sayang dan Kemurahan Hati)

Kebaikan hati dan kasih sayang adalah karakter yang mendasar bagi seorang muslim. Ketika karakter tersebut tidak ada pada diri individu muslim maka hal tersebut dapat mengarahkannya pada berbagai macam wujud kejahatan. Kebaikan hati ini ditunjukkan kepada setiap orang yang berinteraksi dengan individu, mulai dari suami-istri, anak-anak, kerabat, hewan, lingkungan alam, dan masyarakat sebagai suatu keseluruhan. Ketika kita membaca Al-Qur’an, kita akan menemukan bahwa Allah mengulang-ulang memerintahkan kepada orang-orang untuk berbuat kebaikan, menunjukkan kasih sayang dan kemurahan hati. Sebagai agama yang dinamai dari kata damai. Ini adalah karakter yang dapat menjembatani terwujudnya kedamaian di tengah manusia dan alam. Memberikan sedekah, menyantuni anak yatim piatu, berbuat baik kepada kedua orang tua, tidak membuat kerusakan di alam. Semua itu adalah wujud dari karakter-karakter ini.

Pentingnya kita mengembangkan kebaikan dan kemurahan hati ini disebutkan dalam beberapa hadits. Rasulullah berkata: “Allah maha baik dan mencintai kebaikan. Dia memberikan ganjaran kepada kebaikan dengan apa yang tidak diberikan untuk amalan-amalan lainnya.”(HR. Muslim). Rasulullah juga menjelaskan dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh Muslim bahwa ketika kabaikan itu ditambahkan kepada apapun maka sesuatu tersebut akan selalu menjadi lebih indah. Sebaliknya ketika kebaikan ditarik dari sesuatu maka sesuatu itu menjadi cacat atau rusak. Siapa yang mengurangi kebaikan maka faktanya adalah dia telah mengurangi segala sesuatu yang baik.

  1. Truthfulness dan Honesty (Kebenaran dan Kejujuran)

Islam adalah agama kebenaran. Salah satu karakteristik mulia yang seyogianya dimiliki pengikutnya adalah kejujuran dan kebenaran. Allah berfirman: “Dan orang yang membawa kebenaran (Muhammad) dan orang yang membenarkannya, mereka itulah yang bertakwa”. (Az Zumar: 33).

Rasulullah bersabda: “Hendaklah kamu semua bersikap jujur, karena kejujuran itu membawa kepada kebaikan, dan kebaikan membawa ke surga. Seseorang yang selalu jujur dan mencari kejujuran akan ditulis oleh Allah sebagai orang yang jujur (shiddiq). Dan jauhilah sifat bohong, karena kebohongan membawa kepada kejahatan dan kejahatan membawa ke neraka. Orang yang selalu berbohong dan mencari-cari kebohongan akan ditulis oleh Allah sebagai pembohong (kadzdzab).” (HR.Bukhari dan Muslim)

Kebenaran dan kejujuran ini dimanifestasikan dalam beberapa cara.  Yaitu, penyampaian yang benar, berkata benar dalam pergaulan dan transaksi, memenuhi janji, dan menghindari melakukan impresi yang tidak benar, yaitu apa yang ditampilkan di luar tidak sesuai dengan apa yang ada dalam dirinya. Berikut adalah ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan pentingnya berkata jujur dan mengatakan kebenaran, termasuk tidak mencampuradukkan kebenaran dan kebatilan.

Dan janganlah kamu campur adukkan kebenaran dengan kebatilan dan (janganlah) kamu sembunyikan kebenaran, sedangkan kamu mengetahuinya”. (Al-Baqarah:42).

Hai orang-orang yg beriman bertakwalah kalian kepada Allah, dan jadilah kalian bersama orang-orang yang jujur.” (At-Taubah: 119).

  1. Humility dan Modesty (Kerendahan hati dan Kesederhanaan)

Kerendahan hati adalah salah satu karakter yang paling mulia untuk dikembangkan seorang muslim yang beriman. Namun, juga merupakan salah satu karakter yang paling menantang untuk diwujudkan dan Allah memuji hamba-hambanya yang rendah hati.

….Allah akan mendatangkan suatu kaum, Dia mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya,  yang bersikap lemah lembut (humble) terhadap orang yang beriman, tetapi bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan tidak takut kepada celaan orang-orang yang suka mencela…” (Al-Maidah: 54).

Adapun hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih itu adalah orang-orang yang berjalan di bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang bodoh menyapa mereka (dengan kata-kata yang menghina), mereka mengucapkan “Salam”.”(Al-Furqan: 63).

Dan janganlah engkau berjalan di bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya engkau tidak akan dapat menembus bumi, dan tidak akan mampu menjulang setinggi gunung.” (Al-Isra: 37).

Rasulullah Saw pernah bersabda: “Dan sesungguhnya Allah mewahyukan padaku untuk memiliki sifat tawadhu’. Janganlah seseorang menyombongkan diri (berbangga diri) dan melampaui batas  pada yang lain.” (HR. Muslim). Beliau juga bersabda: “Sedekah tidaklah mengurangi harta. Tidaklah Allah menambahkan kepada seorang hamba sifat pemaaf melainkan akan semakin memuliakan dirinya. Dan juga tidaklah seseorang memiliki sifat tawadhu’ (rendah diri) karena Allah melainkan Allah akan meninggikannya.” (HR. Muslim).

  1. Patience (Kesabaran)

Sabar adalah karakteristik paling penting bagi orang yang beriman untuk dikembangkan dan merupakan pelajaran terbesar dalam hidup. Sabar disebutkan lebih dari sembilan puluh kali dalam Al-Qur’an. Di antaranya, Allah berfirman:

Dan mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat. Dan (shalat) itu sungguh berat kecuali bagi orang-orang yang khusyuk. Yaitu mereka yakin bahwa mereka akan menemui Tuhan-Nya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya.” (Al-Baqarah: 45-46).

Dan bersabarlah (Muhammad) dan kesabaranmu itu semata-mata dengan pertolongan Allah…” (An-Nahl:127).

Kesabaran berarti menahan diri dari mendekati tindakan-tindakan yang berbahaya yang dapat mengakibatkan perilaku maksiat  atau tidak menaati Allah. Kesabaran juga berarti menahan diri dalam penderitaan. Ketika muslim mengalami penderitaan, mereka menahannya dengan sabar dan merespon keburukan dengan kebaikan. Mereka memaafkan orang-orang yang menyebabkan bahaya ataupun penderitaan tersebut, karena mereka senantiasa mengingat balasan yang Allah janjikan. Allah berfirman dalam Al-Qur’an:

Katakanlah (Muhammad), Wahai hamba-hambaku yang beriman, bertakwalah kepada Tuhan-mu. Bagi orang-orang yang berbuat baik didunia ini akan memperoleh kebaikan. Dan bumi Allah itu luas. Hanya orang-orang yang bersabarlah yang disempurnakan pahalanya tanpa batas.” (Az-Zumar: 10).

Sebagaimana yang telah disebutkan bahwa kesabaran ini akan dapat melahirkan sifat pemaaf yang juga merupakan salah satu karakter positif. Kesabaran juga dapat muncul bersama dan melahirkan karakter lain seperti tangguh, tabah, ulet, dan konsisten. Semua karakter ini dapat mengarah pada istilah resiliensi yang juga merupakan karakter positif yang sangat diperlukan dalam menghadapi tantangan kehidupan. Nabi Muhammad Saw telah mencontohkan karakter pemaaf dan bersabar terhadap orang-orang kafir Mekah yang membahayakannya. Dia tetap rendah hati sekalipun berada dalam kesengsaraan dan ketika orang-orang mengejeknya.

Berkaitan dengan bersabar ini, Rasulullah Saw menyampaikan dalam hadits yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim. Barangsiapa menahan diri dari meminta-minta maka Allah akan menganugerahi kehormatan kepadanya, barangsiapa yang merasa cukup maka Allah akan mencukupinya, dan barangsiapa berusaha menyabarkan dirinya maka Allah akan menjadikannya sabar. Sungguh, tidaklah seseorang dianugerahi suatu anugerah yang lebih baik dan lebih luas daripada kesabaran.

  1. Gratitude (Kebersyukuran)

Kebajikan yang seyogianya juga dikembangkan oleh muslim beriman adalah bersyukur kepada Allah. Sekalipun dirinya mendapatkan pertolongan dari orang lain dan dia berterima kasih kepadanya, seseorang yang beriman tidak boleh melupakan bahwa Allah telah menolongnya melalui orang tersebut.

Sepanjang kehidupannya, seseorang yang beriman adalah mereka yang senantiasa berada dalam kondisi bersyukur atau dalam keadaan bersabar. Nabi Muhammad Saw bersabda: “Alangkah mengagumkan keadaan orang yang beriman, karena semua keadaannya (membawa) kebaikan (untuk dirinya), dan ini hanya ada pada seorang mukmin; jika dia mendapatkan kesenangan dia akan bersyukur, maka itu adalah kebaikan baginya, dan jika dia ditimpa kesusahan dia akan bersabar, maka itu adalah kebaikan baginya.”(HR. Muslim).

Banyak juga ayat-ayat Al-Qur’an yang memerintahkan orang-orang beriman untuk bersyukur. Berikut diantaranya:

Dan ingatlah tatkala Tuhanmu memaklumkan: ‘Sesungguhnya  jika kamu bersyukur, Kami pasti akan menambah nikmat kepadamu, dan jika kamu mengingkari nikmat-Ku maka sesungguhnya adzab-Ku amatlah pedih’.” (Ibrahim: 7).

Karenanya, ingatlah kamu sekalian kepada-Ku niscaya Aku ingat pula kepadamu dan bersyukurlah kepada-Ku dan janganlah mengingkari nikmat-Ku.” (Al-Baqarah: 152).

Karena itu, maka hendaklah Allah saja kamu sembah dan hendaklah kamu termasuk orang-orang yang bersyukur.” (Az-Zumar: 66).

  1. Justice (Keadilan)

Keadilan berarti bersikap adil, wajar, dan patut, serta menolak diskriminasi, perlakuan tidak patut dan  penindasan. Keadilan sangat diperlukan bagi individu serta masyarakat. Keadilan menghasilkan kepuasan hati individu dan pada gilirannya akan menghasilkan keberfungsian masyarakat yang sehat.

Sesungguhnya Allah Menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi bantuan kepada kerabat, dan (Dia) Melarang melakukan perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan...”(An-Nahl: 90).

Ketika keadilan hilang, masyarakat menjadi  tidak puas dan akan bertindak untuk memperoleh hak-hak mereka, yang terkadang dilakukan dengan kekerasan. Terdapat beberapa macam kategori keadilan:

  • Keadilan dengan Allah, yaitu dengan beribadah hanya kepada-Nya, tanpa mempersekutukan-Nya dengan yang lain, serta menjalankan segala perintah-Nya.
  • Keadilan dalam memberikan keputusan di antara orang-orang, yaitu dengan memberikan setiap orang apa yang menjadi haknya. Allah memerintahkan agar keadilan diberlakukan ketika menyelesaikan perselisihan di antara orang-orang beriman.“…Jika golongan itu telah kembali (kepada perintah Allah), maka damaikanlah antara keduanya dengan adil, dan berlakulah adil. Sungguh, Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.” (Al-Hujurat: 9).
  • Keadilan di antara istri-istri dan anak-anak, yaitu dengan tidak memberikan yang lebih kepada salah satunya di atas yang lainnya.
  • Keadilan dalam berbicara, yaitu dengan tidak bersaksi palsu ataupun berbohong
  • Keadilan dalam keyakinan, yaitu tidak memercayai yang lainnya, selain kebenaran.
  1. Hope (Harapan)

Istilah hope sering kali disandingkan dengan optimisme dan perspektif masa depan, lawan dari pesimis dan putus asa. Seseorang yang optimis adalah seseorang yang senantiasa memiliki harapan yang baik atas segala sesuatu, bahkan ketika hal itu kelihatan mustahil untuk menjadi baik.  Orang yang optimis ditandai dengan adanya pandangan positif di masa sekarang dan ekspektasi hasil yang baik di masa yang akan datang.

Sebagai seseorang yang beriman, kita seyogianya selalu berharap bahwa sesuatu akan berjalan dengan baik. Secara khusus, kita seyogianya selalu berharap atas kemurahan dan kebesaran Allah. Kita tidak boleh berputus asa terhadap rahmat Allah.

“…Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat kepada orang yang berbuat kebaikan.” (Al-A’raf: 56).

Ayat tersebut memberitahukan bahwa harapan orang-orang beriman menjadi pendorong bagi dirinya untuk senantiasa berbuat baik karena dia meyakini janji Allah pada Hari Akhir. Orang beriman yang mengingat Hari Akhir dan berharap untuk sukses dan mendapatkan balasan pada hari itu akan senantiasa bersemangat untuk melakukan amalan-amalan yang baik.

Harapan membuat pemenuhan keinginan kita menjadi suatu keyakinan yang patut diperjuangkan dengan cara yang baik dan benar, tentu keinginan yang tidak bertentangan dengan ketentuan-ketentuan Allah. Harapan menjadi cahaya saat kita dilanda kesusahan dan atau persoalan-persoalan dalam kehidupan.

“…Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya…” (At-Talaaq: 2-3).

Karena sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan) kerjakanlah dengan sungguh-sungguh urusan yang lain. Dan hanya kepada Tuhanmulah hendaklah kamu berharap.” (Al-Insyirah: 5-7).

Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah pula kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi derajatnya jika kamu orang-orang yang beriman” (Al-Imran: 139).

“…maka janganlah kamu termasuk orang-orang yang berputus asa.” (Al-Hijr: 55).

“….Allah pun bersamamu dan Dia sekali-sekali tidak akan mengurangi pahala amal-amalmu.” (Muhammad: 35).

  1. Curiousity, Love of Learning/Knowledge, dan Rationality (Keingintahuan, Kesenangan Belajar, dan Rasionalitas).

Kekuatan-kekuatan karakter ini termasuk dalam domain kognitif. Islam sebagai agama yang komprehensif tidak melepaskan diri dari domain ini, bahkan Islam sangat memerhatikan perihal intelektual ini sebagai dasar untuk mencapai derajat yang lebih tinggi. Allah Swt telah menganugerahkan akal (‘aql) pada manusia, yang membuatnya menjadi makhluk ciptaan yang sebaik-baiknya. Akal (‘aql) dapat diartikan dengan beragam makna termasuk penalaran, pemahaman, wawasan (insight), ketajaman berpikir, pikiran, ingatan, alasan, dan intelek.  Dengan akal, manusia dapat memahami realitas dari eksistensinya di dunia ini. Juga dengan akal tersebut, orang-orang beriman menentukan pilihan kehidupannya. Menempuh jalan yang lurus dengan mengikuti petunjuk Allah, atau mengikuti hawa nafsunya menuju jalan yang sesat.

Berkaitan dengan penggunaan akal tersebut, banyak sekali ayat-ayat dalam Al-Qur’an yang memerintahkan orang-orang beriman untuk menggunakan pikirannya, termasuk dalam memahami keberadaan Allah.

Apakah kamu tidak memperhatikan, bahwa sesungguhnya Allah menurunkan air dari langit, maka diaturnya menjadi sumber-sumber air di bumi kemudian ditumbuhkan-Nya dengan air itu tanam-tanaman yang bermacam-macam warnanya, lalu menjadi kering lalu kamu melihatnya kekuning-kuningan, kemudian dijadikan-Nya hancur berderai-derai. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal.” (Az-Zumar: 21)

Maka apakah kamu tidak memikirkan?”  (Ash-Shaffaat: 155).

 “…Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang yang tidak mengetahui? Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.” (Az-Zumar: 9).

Al-Quran mengajak manusia agar mengisi kehidupannya dengan belajar, melakukan pengamatan, menggunakan logika dan penalaran, serta menempuh pendidikan. Banyak ayat-ayat Al-Qur’an tersebut yang mengandung hikmah dan pengetahuan yang mendorong orang-orang yang beriman untuk melakukan penelitian ilmiah. Sekarang, banyak kebenaran dalam Al-Qur’an yang telah terbukti dari pengkajian dan penelitian ilmiah.

Sejarah kehidupan Nabi Muhammad Saw dan para sahabatnya pun menunjukkan betapa pesan Al-Qur’an ini diwujudkan. Kita tidak pernah lupa bahwa ayat pertama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw adalah ayat yang memberikan kita insight tentang pentingnya kita membaca dan menulis serta bagaimana Allah menjadi sumber ilmu pengetahuan tersebut. Kita selalu kagum dengan bagaimana semangat para sahabat, laki-laki mapupun wanita, untuk menimba ilmu langsung dari Rasulullah.

Pencarian pengetahuan dan penggunaan nalar dan indra menjadi kewajiban bagi semua muslim. Penggunaan akal akan dapat mengantarkan orang beriman mencapai hikmah dan kebijaksanaan. Penalaran yang logis dan kebijaksanaan menjadi pedang kebaikan bagi muslim.

Serulah manusia kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah (wisdom) dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (An-Nahl: 125).

Masih terdapat karakter-karakter lain yang dapat kita ambil dari Al-Qur’an, kitab yang penuh hikmah. Jika kita memahaminya dan mengamalkannya maka kita juga akan mengembangkan karakter-karakter lainnya. Misalnya saja, keadilan yang kita miliki melahirkan keberanian dan kepemimpinan. Kesabaran yang kita miliki melahirkan regulasi diri dan kebijaksanaan. Harapan yang kita miliki akan melahirkan ketekunan dan konsistensi. Lebih lanjut, perintah-perintah untuk orang beriman dalam Al-Qur’an juga akan melahirkan karakter-karakter positif apabila diamalkan. Perintah untuk mengajak kepada kebaikan dan mencegah kepada kemungkaran serta perintah untuk berjihad di jalan Allah, semua itu akan melahirkan keberanian, kerelaan, kasih sayang, keadilan, ketangguhan, tanggung jawab, kepemimpinan, dan karakter lainnya. Selain itu, adanya ujian atau cobaan untuk orang beriman juga dapat membuatnya mengembangkan karakter-karakter positif. Allah telah mengetahui potensi diri manusia sehingga manusia diberikan ujian dan cobaan untuk membuktikan keimanannya dan meningkatkan derajatnya secara spiritual….Allah tidak membebani seseorang kecuali sesuai kesanggupannya… (Al-Baqarah: 286).

Telah jelas bagi kita bahwa kepribadian orang beriman seyogianya merupakan cerminan dari karakter-karakter dan kebajikan-kebajikan yang telah disebutkan. Orang beriman sejati tentu memiliki kepribadian yang berbeda dengan orang pada umumnya (kebanyakan). Mereka mengikuti petunjuk Allah dalam semua aspek kehidupan. Mereka bekerja untuk mengembangkan karakter yang luhur dan mulia. Rasulullah menyampaikan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, bahwa manusia yang paling sempurna imannya di antara orang-orang beriman adalah seseorang dengan akhlak yang baik. Dalam hadits yang diriwayatkan Bukhari, Rasulullah menyampaikan bahwa tidak ada yang lebih berat timbangan amalnya dari pada perilaku baik seseorang.

Penutup

Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan al-Qur’an untuk pelajaran, maka adakah orang yang mau mengambil pelajaran? (QS al-Qamar: 17).

Demikianlah, Al-Qur’an merupakan kitab yang penuh hikmah. Bagi orang-orang yang memikirkan secara mendalam, Al-Qur’an adalah suatu kebenaran. Ilmu pengetahuan yang dikembangkan dengan prosedur ilmiah yang tepat sesungguhnya akan mengantarkan kita pada hikmah. Sama halnya dengan psikologi positif ini. Penelitian mengenai kekuatan karakter dan kebajikan telah cukup lama dilakukan oleh para peneliti, dengan metode ilmiah dalam skala yang luas. Hasilnya sungguh merupakan suatu pengingat bagi kita, orang-orang yang beriman. Pada akhirnya, hasilnya tetap bermuara pada kebenaran yang kita yakini.

Karakter positif dan kebajikan tersebut seyogianya mencirikan seorang muslim yang sejati. Muslim yang sesungguhnya adalah muslim yang memerhatikan perihal melakukan amal-amal baik dan memperoleh kebajikan-kebajikan. Mereka tidak pernah lelah dalam upaya untuk membenahi diri menjadi semakin baik. Salah satu kebajikan yang terbaik yang bisa dilakukan adalah belajar dan mengajarkan pengetahuan agama, karena pengetahuan itulah yang memungkinkan manusia membedakan antara yang benar dan salah.

Terakhir, salah satu kekuatan karakter tersebut adalah keingintahuan, kecintaan pada pengetahuan, dan rasionalitas. Dengan akal, kita sebagai orang beriman seyogianya senantiasa berpikir kritis, dialogis dan dialektis untuk membuktikan kebenaran-kebenaran hakiki yang ada dalam Al-Qur’an, yang pada gilirannya akan mengantarkan kita pada iman yang kokoh

Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah membuat perumpamaan kalimat yang baik (iman) seperti pohon yang baik, akarnya menancap kuat (ke dalam tanah) dan cabangnya (menjulang) ke langit. Pohon itu menghasilkan buahnya pada setiap saat dengan izin Rabbnya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat (QS Ibrahim: 24-25).

 

Beberapa Referensi (Selain Al-Qur’an dan Hadits)

  • Myers, D.G. (2007). Psychology (8th ed.). New York: Worth Publishers.
  • Seligman, M.E.P. (2002). Positive Psychology, Positive Prevention, and Positive Therapy. In Snyder, C.R. & Lopez, S.J., Handbook of Positive Psychology (pp. 3 – 9). United States: Oxford University Press
  • Sentanu, Erbe. (2007). Quantum Ikhlas, Teknologi Aktivasi Kekuatan Hati. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
  • Snyder, C.R., & Lopez, Shane J. (2007). Positive Psychology: the Scientific and Practical Explorations of Human Strengths. Thousand Oaks: Sage Publications, Inc.
  • Seligman, M.E.P., and Peterson, C. (2004). Character strengths and virtues, a handbook and classification. American Psychological Association. New York: Oxford University Press.
  • Utz, Aisha. (2011). Psychology from the Islamic Perspective. International Islamic Publishing House (Referensi utama)

 

 

 

Published by Syura Muhiddin

I study Psychology. You are able to call me Syura or Wasti. I am the third daughter of my Father (Muhiddin) and my Mother (Marwah). I am a Muslim women. My tribe is Bugis from South Sulawesi Province. Absolutely, I am an Indonesian.

Leave a comment